Ada dua peristiwa yang tercatat dalam sejarah Pulau Sumbawa di mata dunia. Pertama, meletusnya Gunung Tambora 11—14 April 1815, dan yang kedua alm. Putri Diana pernah berlibur disana.
Letusan Gunung Tambora yang sangat dahsyat tahun 1815 menyebabkan kawasan ini menjadi lokasi penting bagi pengembangan pengetahuan. Seperti vulkanologi, geologi, dan keanekaragaman hayati dan sudah barang tentu memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Kedua, Putri Diana semasa hidupnya pernah berlibur di Pulau Moyo yang terletak di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebelumnya, pulau yang terletak 15 kilometer dari tepi utara Pulau Sumbawa dan memiliki areal seluas 31.500 hektar itu hanya dikenal oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia sebagai Taman Buru.
Pulau Sumbawa yang terletak di sebelah barat laut Sumba termasuk bagian dari deretan pegunungan vulkanik Nusa Tenggara. Pulaunya memanjang dari barat ke timur sepanjang 450 km dan lebarnya lebih kurang 45 km. Masuk dalam subwilayah Wallace tetapi secara umum menunjukkan keunikan karena adanya peralihan kehidupan Oriental dengan Australia (FAO, 1981).
Selain itu terdapat banyak teluk besar di bagian tengah dan timur, seperti Teluk Saleh, Dompu, Bima dan Woworanda. Sebelah utara Teluk Saleh terdapat Semenanjung Sanggar yang panjangnya 75 km dan lebar 30 km. Di bagian tengahnya antara Kapubaten Bima dan Kabupaten Dompu terdapat Gunung Tambora. Saat gunung ini meletus tahun 1815, entah berapa jiwa manusia, desa dan sawah binasa tertimbun abu. Waktu kejadian ini dikenal orang Sumbawa dengan ”saman ujan au” (zaman hujan abu) dan kelaparan merajalela.
Kota-kota besar yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat dihubungkan dengan jalan raya antara Labuhan Alas – Sape (ujung timur ke barat). Jalannya mulus dan berlika-liku, di sisi jalan terhampar laut biru. Sayangnya jalan yang mulus tersebut tidak lebar, sehingga perlu ekstra hati-hati bila berpapasan dengan kendaraan lain dari depan.
Pemandangannya dapat dikatakan cukup menarik, gersang dengan dominasi panorama laut, sangat berbeda dari pemandangan di Indonesia Barat. Bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara yang datang dari belahan barat, pemandangan ini jelas mengasyikkan.
Objek Wisata
Selama ini Sumbawa dikenal wisatawan asing memiliki dua kerajaan. Pertama, di Sumbawa Besar yang bekas istananya masih ada dan telah berusia sekitar 115 tahunan, di kediaman Sultan terdahulu semuanya terbuat dari kayu tahun 1815 dan disebut Dalem Loka. Sultan Muhammad Kaharuddin III (1931-1958), merupakan sultan terakhir dari dinasti Amasa Bantan Dewa Dalam Bawa, menurut Lulu Manca, dalam bukunya yang berjudul Sumbawa pada Masa Lalu. Bangunan yang ditunjang tiang-tiang dengan gaya tradisional dihiasi pahatan-pahatan yang tidak lazim. Saat ini bangunan tersebut sudah direnovasi, tapi bentuknya tidak berubah.
Kedua, istana yang terdapat di Bima yang menyimpan koleksi yang luar biasa indahnya, seperti mahkota kerajaan, keris-keris dengan emas bertakhtakan permata ditambah gagangnya yang terbuat dari gading.
Publik dapat melihat koleksi tersebut, tetapi harus menghubungi pemda setempat terlebih dahulu. Sultan yang terakhir, Muhammad Salahuddin (1915-1951), menurut Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin dalam buku Bo’ Sangaji Jai, Catatan Kerajaan Bima Tidak jauh dari Bima. Yang tak kalah menariknya adalah Dantara, kubur dari sultan pertama yang memeluk Islam, berada di desa Tolobali.
Selain itu danau Taliwang yang berada di Sumbawa Barat juga menarik untuk dikunjungi ditambah makanan yang khas, seperti ayam taliwang yang rasanya pedas dan mantap rasanya. Lalu ada tenunan tradisional Sumbawa mempunyai corak dan warna juga khas.
Mungkin yang perlu digali, diteliti dan dikembangkan sebagai kawasan wisata adalah kawasan hutan dan pegunungan yang menyimpan berbagai kekayaan. Sumbawa sendiri memiliki beberapa kawasan konservasi yang dapat menarik para wisatawan, antara lain Gunung Tambora Selatan, Tanah Pedauh, Pulau Moyo, dan Puncak Ngenges yang letaknya di barat laut Sumbawa yang memiliki hutan hujan dataran rendah hingga pegunungan, termasuk hutan musim dataran rendah. Di samping itu ada wisata alam Madaparama, Air Terjun Ntu’da, situs Doro Bata, dan Selalu Legini yang juga memiliki habitat dari pantai hingga hujan pegunungan. Belum lagi kawasan konservasi lainnya yang pernah diusulkan dalam National Conservation Plan (UNDP/FAO, 1982).
Selain itu, potensi wisata seperti pantai, tempat sejarah, dan wisata alam yang tersebar di Sumba, seperti Pantai Lakey dengan pasir putihnya atau Pantai Hu’u dengan gulungan ombaknya yang bisa buat surfing. Pulau Satonda, daratan yang memiliki luas 472 hektare, juga salah satu objek yang memiliki daya tarik khusus. Konon di pulau ini, ketika Gunung Tambora meletus dan mengakibatkan badai Tsunami, air laut masuk dan membentuk danau seluas 400 hektar, mendekati luas seluruh pulau. Karena berasal dari laut, air danau terasa asin bahkan melebihi tingkat keasinan air laut.
Sementara di sekitar danau terdapat pohon-pohon langka, yang oleh penduduk setempat diberi nama Kalibuddha. Nama ini merujuk pada pohon di mana Sang Buddha pernah bertapa. Pada pohon tersebut orang kerap menggantungkan batu sebagai wujud permohonan. Oleh pemerintah setempat pulau itu sengaja dikosongkan untuk menjaga kelestarian alamnya.
Sayangnya saat ini hutannya mengalami degradasi akibat penebangan, dan pencurian kayu, juga karena kebiasaan warga yang membakar semak belukar beberapa bulan menjelang musim hujan. Hal ini menyebabkan kerusakan alam yang mempengaruhi perubahan cuaca pada hampir semua desa yang berdekatan dengan hutan. Degradasi lingkungan hutan Kabupaten Sumbawa membuat akan hilangnya keanekaragaman hayati endemik di Sumbawa. Sayang kan!!! (tomie dono/BirdLife Indonesia)
Sumber :
http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/0807/wis01.html
Minggu, 24 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar