Minggu, 24 Januari 2010
Obyek Wisata Nusa Tenggara Barat
Kota Mataram
AMPENAN : terletak di ujung Barat dari Kota Mataram, dikenal sebagai kota tua pelabuhan Ampenan. Keturunan dari orang orang Cina clan Arab tinggal disini di Ruko-Ruko di sepanjang jalan yang berliku-liku. Kegiatan perdagangan disini telah berlangsung sejak dulu dan tidak berhenti sampai sekarang, gudang-gudang di sepanjang pantai merupakan gedung warisan dengan reliefnya yang abadi. Saat ini Ampenan telah memiliki lapangan dan taman yang digunakan oleh penduduk sekitarnya untuk menyaksikan sunset. Dermaga tua itu merupakan tempat membangun rumah bagi nelayan-nelayan. Tempat itu juga menyediakan restoran, kios dan toko seni.
MUSEUM NTB : Museum yang mengambil bentuk bangunan khas Sasak ini berlokasi di jalan Panji Tilar Ampenan. Museum ini banyak mengkoleksi artefak-artefak bersejarah termasuk 1239 manuscript (tulisan kuno) yang memuat sejarah kuno dari peradaban daerah ini yang ditulis dengan menggunakan bahasa asli/kuno dan di tulis di dalam dawn lontar, kulit kayo dan bilah bambu.
PURA MERU : Pura Meru yang terletak di Cakranegara dibangun pada tahun 1720 di bawah pemerintahan Raja Anak Agung Gede Karang Asem. Tempat ini dimaksudkan sebagai tempat persembahyangan / peribadatan umat Hindu, dengan mencontoh bentuk pura-pura di Bali.
TAMAN MAYURA : Taman ini telah dibangun pada tahun 1744 oleh Raja Lombok Anak Agung Ngurah Karang Asem. Dengan Bagian tengah taman ini adalah sebuah kolam yang menyenangkan yang di bagian tengahnya terdapat sebuah Bale Kembang, nama sebuah bangunan berbentuk aula yang mengambang di atas kolam. Bangunan ini dulunya dipakai untuk memutuskan perkara hukum atau rapat-rapat penting. Pengaruh dari budaya Hindu dan Islam bisa terlihat dari arsitektur dan pemilihan patung-patung yang terdapat ditaman tersebut.
SEKARBELA : Mutiara dari Lombok banyak dijumpai disini, kerajinan mutiara merupakan salah satu aset terbesar di Mataram. Beberapa orang ternama ikut terlibat dalam bisnis penjualan barang-barang cantik ini. Anda akan melihat banyak sekali desain yang berbeda dalam dekorasi perhiasan yang menggunakan mutiara ini antara lain giwang, cincin, kalung, anting, bros dan manik-manik (tasbih). Untuk mempermanis penampilan mutiara-mutiara ini seluruh mutiara dipasangkan dengan emas dan perak.
SAYANG SAYANG : Didaerah ini terdapat 2 pusat kerajinan dan terdapat begitu banyak toko-toko kerajinan yang dekat dengan pusat kota dan dengan menawarkan banyak pilihan serta harga yang bagus.
Lombok Barat
BANGKO-BANGKO : Berlokasi di ujung barat daya pulau Lombok. Bangko-bangko merupakan tuan rumah dari hutan alami yang mempesona dan merupakan rumah bagi sebagian besar flora dan fauna Lombok dan di tepian hutan terhampar pantai dengan pasir putih dan termasyur di tingkat internasional sebagai lokasi selancar yang bagus.
GILI NANGGU, GENTING, GEDE, dan POH : Tempat-tempat ini merupakan sekumpulan pulau-pulau kecil yang berada di Barat Daya pantai Sekotong. Beberapa pulau bahkan tidak berpenghuni dan seluruhnya adalah pantai pasir putih dilengkapi dengan pohon-pohon kelapa dan pohon bakau. Kedua Gili, yaitu Gili Gede dan Gili Nanggu, memiliki bungalow-bungalow yang dapat ditinggali. Tempat-tempat ini sangat bagus untuk berenang, snorkeling dan bersantai. Anda bisa mengunjungi pulau-pulau ini dengan boat dari Lembar atau dari dekat Mawun ke Gili Nanggu dari Pelangan ke gill Gede. Daerah ini merupakan rute pesisir yang indah dengan beberapa Resort pantai seperti Bola-Bola Paradise, Hotel dan Villa Terapung, serta Sundancer kompleks hotel bintang 5 dan villa-villa juga tengah dikembangkan disini.
LEMBAR : Merupakan pelabuhan utama di NTB diperuntukkan bagi perhubungan Ferry-ferry Lombok dan Padangbai di Bali dan juga kapal-kapal PELNI. Ferry-ferry berlayar setiap jamnya dan perjalanan penyeberangan ini membutuhkan waktu kira-kira 6 jam. Gerung daerah yang berada didekatnya merupakan pusat pembuatan wayang tradisional di Lombok dan juga merupakan ibu kola Kabupaten Lombok Barat.
SEKOTONG : Berlokasi kira-kira 45 Km di arah selatan dari Mataram merupakan daerah dengan pantai pasir putihnya yang asli. Sangat ideal untuk bersantai. Di laut sekelilingnya penuh dengan kehidupan laut yang berwarna-warni. Dengan hanya sedikit menyeberang dari tepi pantainya yang indah kita dapat mengunjungi Gili Nanggu dan Gili Tangkong.
BANYUMULEK : Banyumulek merupakan salah satu pusat pembuatan gerabah di Lombok berlokasi kurang lebih 10 Km ke arah selatan Mataram. Hal ini menjadikan seni Banyumulek dikenal di dunia internasional, pot-pot bunga dengan dekorasi-dekorasi rumit dibuat disini.
BATU LAYAR, MONTONG, MENINTING. SESELA dan GUNUNG SARI : Tempat-tempat ini banyak menyungguhkan kios-kios seni dan tokao-toko kerajinan. Dengan berbagai macam pilihan serta harga yang bagus. Berlokasi disepanjang jalan dari Senggigi ke Mataram.
BATU BOLONG : Batu Bolong ( yang diartikan sebagai batu yang berlubang ) adalah salah satu tempat yang ideal untuk menyaksikan sunset yang megah diatas selat Lombok. Di tempat ini terdapat pura hindu yang dibangun diatas karang hitam dengan konsruksi sedemikian rupa sehingga arahnya tepat menghadap Gunung Agung di Bali yang dapat dilihat dengan mudah diseberang selat Lombok, warna dan musik upacara keagamaan hampir selalu terlihat disini.
SENGGIGI : Berlokasi 10 Km di sebelah Utara Mataram, Senggigi merupakan area Resort tertua dan paling terkenal di Lombok. Tempat sempurna untuk bersantai, Senggigi membanggakan pantai-pantai berpasir putihnya yang aman untuk berenang. Di pusat pantai Senggigi memiliki ombak yang cukup bagus untuk berselancar. Tempat ini juga memiliki terumbu karang yang berwarna-warni yang menyediakan perlindungan bagi biota laut dan dengan bentuk terumbu karangnya yang sangat indah sehingga merupakan tempat yang sangat ideal untuk snorkeling. Senggigi terjangkau untuk semua kalangan, mulai dari restoran esklusif sampai dengan kafe-kafe kecil berjejer di pinggirjalan. Ada banyak Club, Bar dan Cafe yang akan melayani wisatawan yang tinggal disini. Penginapan juga tersedia dengan range dari hotel mewah sampai hotel-hotel kecil dan bungalow-bungalow.
PANTAI KERANDANGAN, MANGSIT, dan MALIMBU : Pantai Kerandangan dan Mangsit berlokasi di sebelah utara tidak jauh dari Senggigi dengan didukung oleh hotel-hotel berkelas, pantai yang bersih sangat memungkinkan tempat ini digunakan untuk berenang, berlayar ataupun untuk bersantai. Lebih ke arah utara di sepanjang panorama jalan adalah pantai Malimbu. Tempat ini juga ideal untuk melakukan kegiatan yang sama.
GUNUNG PENGSONG : Walaupun dinamakan Gunung Pengsong akan tetapi sebenarnya merupakan sebuah bukit yang dari sudut 360' akan menawarkan panorama yang spektakuler. Ditempat ini juga merupakan tempat/habitat Kera. Dengan segala cerita latar belakang sejarah dan keberadaan puranya gunung Pengsong berlokasi 9 Km ke arah Selatan Mataram.
LINGSAR : Lingsar berada di utara Narmada dan memiliki pura Hindu yang dikenal oleh masyarakat luas sebagai pura Hindu yang paling keramat. Pura ini dibangun tahun 1714 yang pada situasi lebih lanjut juga menjadi tempat pemujaan bagi pribumi Yang menganut ajaran Animisme, Waktu Telu. Kedua kepercayaan yang berbeda ini mengkombinasikan ajaran Animismenya. Sekali dalam setahun mereka berkumpul bersama untuk melakukan upacara bersama untuk menyambut datangnya musim penghujan. Upacara "Perang Topat" dimulai dengan terlebih dahulu melakukan pemujaan di masing-masing pura mereka, kemudian mereka berkumpul di luar pura dan satu sama lain mulai saling melempar dengan beras yang telah dimasak dan di bungkus dalam daun kelapa (janur) yang disebut dengan ketupat/topat.
TAMAN NARMADA : Taman yang cantik dan mengagumkan ini berada 10 Km di Timur Cakranegara terbentang dari Timur ke Barat di daerah dataran tinggi Lombok Barat. Bukit kecil dan danau yang ada di taman ini merupakan replika dari dataran dan danau yang ada di gunung Rinjani (gunung tertinggi dan paling keramat di Lombok). Taman ini di buat oleh Raja Anak Agung Gede Karang Asem saat memerintah Mataram. Menyadari bahwa akan semakin sukar untuk melakukan ziarah tiap tahunnya ke gunung Rinjani karena usianya yang semakin tua maka untuk mempersembahkan sesajen ke Segara Anak yang dikeramati dibuatlah replika di tempat yang lebih rendah.
PUSUK : Berlokasi di bukit sebelah timur Malimbu dan merupakan jalan alternatif menuju ke Bangsal. Pusuk memiliki pemandangan alam yang fantastik, terdapat beberapa hotel kecil dan restoran yang bagus yang juga tidak kalah bagusnya dengan pemandangan alam liarnya. Lautan disini merupakan rumah bagi 2 species kera dan sebagian besar dari mereka tidak takut untuk berinteraksi langsung dengan pengunjung. Tempat inijuga ideal untuk trekking di bukit-bukit dan lembah-lembah dengan airnya yang jernih.
SESAOT : Di bagian utara Suranadi, Sesaot merupakan hutan lindung yang menawan dan terdapat area untuk pejalan kaki. Tempat ini juga populer sebagai tempat rapat/pertemuan dan juga tempat bersantai dengan kolam berair jenih dan sejuk. Dari empat ini kita juga dapat mengunjungi desa-desa terdekat dan perkebunan kopi lokalnya.
PANTAI SIRE : Sire adalah sebuah pantai yang memikat dengan lembah yang menawan, air yang jernih dan hamparan pasir putih yang luas. Tidak diragukan lagi memberikan kondisi yang sempurna untuk olah raga air. Lombok Golf Kosaido Country Club Golf Course berlokasi di tempat ini, dengan pemandangan Gunung Rinjani disebelah timurnya dan gili-gili di seberang barat teluknya serta 118-hole unik untuk kelas pertandingan berkelas dunia cukup menantang pegolf semua level. 18-hole Golf Course lainnya juga terdapat di Golong, Suranadi dan juga terdapat di pinggir jalan raya di wilayah Ampenan menuju ke Bandara.
SURANADI : Berlokasi di Timur-laut Narmada, Suranadi memiliki salah satu pura suci bagi umat Hindu di Lombok. Pura tersebut terletak di daerah yang cocok untuk bersantai ditambah dengan sumber mata air dan disekitarnya banyak terdapat pondok-pondok penjual ikan segar. Suranadi sendiri sangat membanggakan areal hutan alamnya yang merupakan habitat bagi Kera dan berbagaijenis Burung.
Lombok Tengah
PANTAI A'AN, SEGER, dan GERUPUK : Pantai-pantai ini berlokasi dekat dengan pantai Kuta. A'an (Tanjung A'an) adalah pantai berpasir putih yang cantik dan sangat ideal untuk aktivitas berjemur. Sementara itu jika menginginkan pemandangan dan tempat berselancar yang indah maka Pantai Seger dengan lokasi yang dikelilingi oleh bukit-bukit memiliki pemandangan yang indah dengan ombak yang cukup menantang untuk berselancar. Pantai Gerupuk sendiri merupakan tempat berenang yang bagus dan dari tempat ini para peselancar dapat menggunakan sampan (perahu tradisional) dalam menjangkau ombak untuk berselancar.
PANTAI KUTA : Terletak di dataran yang bergelombang pantai selatan yang indah dan mengesankan dengan hamparan pasir putihnya yang luas ini adalah tempat yang sempurna untuk menjelajah dan pada saat laut surut, kita akan menjumpai lipatan-lipatan kerang, terumbu karang dan berbagai jenis biota laut lainnya. Akomodasi yang tersedia juga cukup beragam mulai dari home stay, penginapan sampai dengan Novotel yang mewah yang kebanyakan menawarkan view ke arah pantai. Masyarakat Lombok juga menyebut pantai ini sebagai pantai Putri Nyale. Setiap tahunnya dibulan ke-10 dalam penanggalan Sasak (sekitar bulan Februari atau Maret) upacara Bau Nyale diadakan. Masyarakat akan berkumpul bersama di malam hari untuk menangkap cacing laut dengan menggunakan senter sambil menyanyikan pantun (semacam puisi tradisional). Daerah ini juga dikenal dan menjadi tempat tujuan wisata utama, sementara itu sisa pantai selatan yang tidak digunakan untuk selancar, diupayakan untuk terus dikembangkan secara bertahap sehingga tempat-tempat tersebut akan dapat mendatangkan keuntungan yang luar biasa.
PANTAI MAWUN, BELONG BELANAK, SEPI dan BELONGAS : Di daerah Barat Kuta dapat dijumpai pantai Mawun, pantai ini berlokasi diantara 2 bukit yang menawarkan pemandangan yang spektakuler dan keaslian pasir putihnya serta ombak yang bagus untuk berselancar. Begitupun pantai Mawi yang memiliki pemandangan dan ombak yang bagus. Lebih ke barat lagi kita kan mendapati pantai Belong Belanak yang merupakan teluk yang berada di antara dataran perbukitan yang membentang menawarkan pemandangan yang sangat bagus dan sangat memungkinkan untuk lokasi penyelaman, berselancar, berenang dan memancing sedangkan lokasi Pantai Sepi berseberangan dengan Belongas merupakan 2 pantai yang cantik dengan akomodasi yang lengkap dan dive center serta lokasi penyelaman yang berkelas.
PENUJAK : Di sebelah selatan desa Sukarara desa Penujak yang penduduk dengan tingkat usia bekerja memiliki kemampuan dalam mengkreasikan tembikar, membuat berbagai macam bentuk desain yang menarik. Para wanita yang berpengalaman dalam membuat tembikar akan menurunkan kemampuannya ke generasi berikutnya dalam sebuah upacara tradisi secara turun temurun.
BADE dan RAMBITAN : Desa Rambitan dan Sade berjarak 19 Km ke arah selatan Praya. Meskipun kedua desa ini sering melayani kunjungan wisatawan, perkampungan tradisional suku Sasak ini tetap mempertahankan pandangan hidup mereka yang telah menyatu. Di tempat ini kita dapat menjumpai/menemukan bangunan khas "Alang" (lumbung tradisional) dengan desain arsitektur tradisional yang khas dengan bentuk atapnya yang tinggi. Di Rambitan juga terdapat sebuah Masjid kuno.
SUKARARA : Desa tradisional ini berjarak 28 Km di Tenggara Mataram, desa ini memiliki terobosan dalam industri tenun tradisional. Kemampuan menenun ini mereka dapatkan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat di desa ini telah terlatih secara tradisi dalam pembuatan kain tenun yang sangat indah dan teratur. Dengan menggunakan benang dari kapas, sutera, emas dan perak mereka mengkreasikannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan tenunan dengan desain khas lombok yang asli dan telah terkenal.
Lombok Timur
BIRAK : Desa tradisional ini berada di Timur-Laut gunung Rinjani dan berdekatan dengan lokasi air terjun Mayung Putik (Kijang Putih).
MASBAGIK TIMUR : Daerah ini dikenal karena disini dahulunya merupakan tempat pembuatan gerabah yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga, yang lebih lanjut mereka beralih untuk memproduksi jenis-jenis gerabah yang lain seperti barang-barang cinderamata yang tetap dibuat secara tradisional.
EKAS dan KALIANTAN : Letak daerah yang tinggi membuat Ekas memiliki pemandangan yang sangat indah dengan letak yang berseberangan dengan Teluk Ekas yang berada di sudut Tenggara Lombok sehingga menjadikannya pantai berbukit yang luar biasa dan merupakan daerah eko-wisata yang terbaik. Lanjut kesebelah selatannya di pantai Ekas Paninsular Kaliantan memiliki pantai pasir putih dan ombak untuk berselancar yang bagus. Di tempat ini juga diselenggarakan acara Bau Nyale yang waktunya sama dengan di Pantai Kuta.
GILI LAWANG, SULAT, PETAGAN dan KALIANTAN : Pulau-pulau kecil ini berada di Timur-Laut Lombok. Pulau-pulau ini tidak berpenghuni kecuali oleh kawanan Kera dan burung-burung aneka rupa. Dengan pantai pasir putih dan ikan yang cantik dan dengan keberadaan hutan Manggrove (bakau) menambah ke elokan pulau ini. Dengan adanya kelompok terumbu karang yang luas telah memelihara dan memberikan perlindungan daerah lokal dan desa-desa penduduk dari abrasi air laut.
JERUK MANIS dan OTAK KOKO GADING : Di sebelah timur dari arah Mataram di dekat daerah Tete Batu, terdapat air terjun Jeruk Manis, terletak berdampingan dengan hutan alam. Penduduk lokal menamakan air terjun ini dengan nama Aik Temer dikarenakan kepercayaan mereka bahwa airnya dapat menyembuhkan kebotakan dan tidak jauh dari lokasi tersebut terdapat pula air terjun Otak Koko Gading yang juga dipercaya warga mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit.
MAKAM SELAPARANG : Makam keramat Raja Selaparang ini berlokasi di desa Peresak Pringgasela.
LABUHAN LOMBOK (KAYANGAN) : Pelabuhan ini menghubungkan pulau Lombok dan Poto Tano di Sumbawa dan juga melayani rute kapal yang langsung dari Lombok ke Taliwang, Maluk (pantai-pantai untuk berselancar lainnya), Bima, Komodo dan wilayah timur Indonesia. Tempat menginap sementara juga tersedia disini.
LABUHAN PANDAN : Travel Boat dari Labuhan Pandan ini khusus menuju daerah pulau-pulau di gili Sulat, Petagan dan Lampu. Di sini juga menyediakan transportasi untuk mengunjungi daerah-daerah menarik di Sambelia.
LENEK : Terkenal dengan tarian tradisional Sasaknya. Lenek juga merupakan tempat hidup/habitat dari spesies Kera berbulu perak. Di desa ini pengunjung dapat juga membeli barang kerajinan penduduk yang cukup berkelas.
LEMOR : Adalah wilayah pinggir hutan belantara yang memiliki kolam renang yang airnya bersumber dari mata air, suhunya sangat dingin dan memiliki panorama yang indah.
LOYOK dan KOTARAJA : Loyok, Kotaraja dan daerah sekitarnya terkenal dengan kerajinan anyaman bambunya dengan begitu banyak desain-desain lokal yang merupakan kreasi dan bakat pengrajinnya yang bekerja dengan ulet dan sangat teliti sehingga menghasilkan karya yang begitu indah.
PRINGGASELA : Desa ini berada di timur Lombok, terkenal oleh kain tenun tradisionalnya 'Tenon Gedongan" yang masih di buat dengan alas tenun tradisional yang di ikat di belakang penenun. Kain tenun ini sangat terkenal karena penampilan yang alami dan sangat diminati di luar negeri.
TETE BATU : Berlokasi ke arah utara mengikuti jalan dari Loyok. Desa ini masih berlokasi dalam areal lembah dari gunung Rinjani, memiliki pemandangan yang sangat menawan. Berenang di sungai-sungainya yang berkelok-kelok akan menjadi kenangan yang tak terlupakan terlepas dari suhu airnya yang sangat dingin. Melakukan trekking ke kaki gunung Rinjani dan melihat hamparan tanaman padi atau tembakau juga akan menjadi kegiatan yang menyenangkan.
SAPIT : Berada di dataran tinggi dibagian selatan dengan Pusuk (sebelah Timur Rinjani). Desa kecil pengunungan ini kita akan merasakan ketenangan yang menentramkan jiwa. Dapat di jangkau dari Sembalun atau yang lainnya melewati Aikmel atau Pringgabaya. Beberapa Cottages telah tersedia dengan pemandangan cantiknya yang langsung memperlihatkan hamparan persawahan sampai pinggiran pantai dan pulau Sumbawa.
SEMBALUN : Sembalun terbagi menjadi 2 desa yaitu Desa Sembalun Lawang dan Desa Sembalun Bumbung dengan jarak pemisah masing-masing desa sejauh 2 Km. keduanya masih tergolong desa tradisional. Di Sembalun Lawang, desa Beleq (desa Besar) kita dapat melihat rumah-rumah tradisional yang masih didiami masyarakat lokal, Makam Majapahit atau Gajah Mada dan juga tari tradisional Tandang Mendez. Produk kain tenunnya banyak dicari dan cukup terkenal. Daerah ini terlihat seperti bekas danau yang mengering di antara gunung Rinjani (gunung yang tingginya ± 3726 M di atas permukaan laut) akan tetapi masyarakatnya telah mengubahnya menjadi daerah pertanian (dengan ketinggian ± 1200 m di atas permukaan laut) sebagai tambahan dari hasil pertanian sayuran lokal terdapat proyek pembangunan Green House yang menghasilkan strawberry dan sayur-sayuran. Daerah ini merupakan rute yang langsung menuju puncak gunung Rinjani atau untuk melihat danau Segara Anak. Pusat informasi jalur pendakian tersedia disini (yang salah satunya berada di Senaru) untuk selanjutnya bisa melakukan perjalanan turun dari Sembalun dapat melalui daerah pantai melalui Sapit yang menakjubkan dan akan memberikan pemandangan pantai yang indah.
Lombok Utara
BANGSAL : Bangsal adalah dermaga umum yang menghubungkan pulau Lombok dengan Gili Air, Gili Meno, Gili Trawangan dan merupakan tempat snorkeling dan menyelam yang berada di Barat-Laut Pesisir Lombok.
GILI AIR, MENO, dan TRAWANGAN : Gili-gili ini merupakan wilaya-wilayah pulau yang berdekatan satu sama lainnya. Berjarak kurang lebih 20 km kearah Utara Senggigi. Dengan beberapa pulau memiliki pantai-antai yang menawan dan para penyelam harus berterimakasih untuk terumbu karang yang luas yang mengelilingi pulau dan didaerah ini merupakan rumah bagi koral biru. Koral ini hanya tumbuh di 2 tempat didunia yaitu laut Karibia dan disini didalam laut, tepatnya di timur Gili Meno. Dengan perahu tradisional yang diberangkatkan dari Bangsal atau ferry khusus dari Senggigi kita dapat sampai di pulau-pulau ini (± 15-30 menit dari bangsal / 1 jam dari Senggigi) Gili Trawangan adalah tempat yang paling mewah dan memiliki akomodasi yang relatif murah serta memiliki banyak pilihan aktivitas bagi anak-anak muda, dibandingkan Gili Air dengan tingkat harga akomodasi yang lebih tinggi. Gili Meno memilki taman burung merupakan daerah yang paling akhir dikembangkan dan masih belum teratur akan tetapi merupakan tempat yang paling tepat untuk bersantai.
BAYAN : Merupakan tempat lahirnya kepercayaan Watu Telu, Bayan yang daerahnya masih tensolir cenderung tenang dari keramaian pulau ini. Berada dekat dengan Senaru salah satu tempat pemberangkatan untuk pendakian ke Gunung Rinjani.
SENARU : Pemberangkatan pendakian kegunung Rinjani bisa dimulai di bagian Utara Senaru dengan 2 atau 3 hari pendakian ke arah barat dengan seclikit turunan untuk menuju kesebuah danau yang mengagumkan sebelum melanjutkan kembali pendakian sampai ke puncak. (alternatif lain untuk rute lain Yang langsung menuju ke puncak bisa dari Sembalun) pusat informasi pedakian berlokasi disini dimana kita juga bisa menyewa porter dan perlengkapan yang selalu tersedia.
GUNUNG RINJANI : Berdiri dengan megah dengan ketinggian ± 3726 m gunung ini merupakan puncak tertinggi ke-2 di Indonesia. Untuk masyarakat Lombok khususnya suku Sasak dan Bali menganggap gunung ini merupakan tempat mistik yang puncaknya di diami oleh roh-roh keramat. Untuk mendakinya walaupun masih tergolong aktif merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Para pendaki lebih banyak memilih memulai pendakian di Senaru dan turun di Sembalun atau putar balik yangjuga merupakan rute turun dengan panorama yang indah permai sampai akhir perjalanan.
DANAU SEGARA ANAK : Sebuah danau besar Segara Anak, berlokasi diketinggian ± 2000 m dari alas permukaan laut di dalam gunung Rinjani banyak dikunjungi oleh peziarah/pendaki yang membuat jalur pendakian dengan menyusuri lembah disamping danau untuk memberikan sesajen pada dewa didasar danau. Didalam danau yang mempesona ini terlihat sebuah gunung volcano aktif baru Gunung Barujari didekatnya terdapat sumber air panas yang percaya mampu mengobati penyakit.
TIU PUPUS : Berlokasi di Barat-Laut Lombok, air terjun Tiu Pupus dan Tiu Teja dapat dikunjungi dengan sekali perjalanan ke Timur. Keduanya menawarkan panorama alami yang indah dan air yang sejuk untuk berenang.
SINDANG GILA dan AIR TERJUN TIU KELEP : Air terjun Sindang Gila telah terkenal sejak kita mengunjungi Senaru dan berada di bagian utara dari lokasi pemberangkatan trekking ke gunung Rinjani. Jalan-jalan kecil untuk turun ke air terjun Sindang Gila menawarkan pemandangan alam yang sangat mempesona. Tidak jauh dari sana terdapat juga air terjun Tiu Kelep yang memberikan penawaran yang sama dengan air terjun Sindang Gila, dengan airnya yang sejuk menyegarkan untuk berenang. Pemandu lokal selalu tersedia disini untuk memandu kita ke tempat ini. Penginapan dan restoran berlokasi di dekat areal masuknya.
Sumbawa
DAM (WADUK) BATU BULAN : DAM Batu Bulan adalah Waduk yang diperuntukkan untuk proyek pengairan, dengan total kapasitas 54 juta m3. waduk ini berlokasi di Kabupaten Sumbawa dan mensuplai air untuk mengairi 5576 Ha lahan. Proyek ini lebih lanjut memberikan kontribusi berupa income bagi para petani dan pengembangan komoditas-komoditas lokalnya. DAM ini berkembang menjadi tempat rekreasi lokal yang cukup populer yang kemudian pengembangannya dipusatkan pada kegiatan pariwisata termasuk didalamnya berlayar,memancing pembangunan restoran dan pengadaan kegiatan-kegiatan budaya.
BATU TERENG : Gua Liang Petang berlokasi di desa Batu Tereng yang berjarak 29 Km di selatan Sumbawa Besar. Dengan daya tarik stalagmit dan stalaktit yang merupakan fenomena alam yang sangat mempesona. Beberapa diantaranya pun tampak seperti ombak. Dan di gua yang lain (masih berada di daerah ini) merupakan rumah bagi ratusan kelelawar bush. Di Ai-Renung terdapat peti Mati yang terbuat dari batu. Nisan batu ini telah di buat kurang lebih 2000 tahun lalu.
PULAU BUNGIN : Pulau yang berlokasi dekat Alas tepatnya di sebelah barat-laut, Sumbawa, merupakan pulau dengan populasi terpadat di dunia. Pulau yang terbuat dari koral-koral dan pasir ini hampir tidak memilki tanah kosong. Pulau ini di diami oleh orang-orang Bajo dan daerah ini menjadi semakin besar seiring dengan pertambahan populasi penduduknya.
PULAU MOYO : Pulau Moyo memiliki cadangan fauna yang cukup besar, dimana di tempat ini kita dapat melakukan pengamatan untuk hewan liar, diataranya babi hutan, kijang dan berbagai jenis burung yang menawan. Pulau ini juga di kelilingi oleh perairan yang sangat jernih dengan ekosistim terumbu karang yang spektakuler sehingga pulau ini merupakan salah satu tempat terbaik untuk snorkeling dan menyelam.Untuk tempat menginap di sini telah tersedia sebuah Resort (Amanwana Resort) lengkap dengan tenda-tenda mewah. Perjalanan ke Moyo ditempuh dengan menggunakan Boat dari teluk Kencana.atau dari air Bari di sebelah utara Sumbawa Besar.
PLAMPANG dan EMPANG : Di bagian timur Kabupaten Sumbawa merupakan lahan pertanian yang menarik dengan perbukitan dan sistem pengairan yang baik, pantai-pantai dengan ombak-ombak yang cocok untuk berselancar di daerah selatannya. SEMONGKAT : Berlokasi di Batu Tereng di bagian selatan Sumbawa Besar, daerah rekreasi ini merupakan daerah yang sangat cocok untuk menghindari panas, berada di lembah dari perbukitan dengan udara yang sejuk dengan panorama daerah yang menawan.
ISTANA KESULTANAN (DALAM LOKA) : Berlokasi di Sumbawa Besar, istana kesultanan ini menyimpan beberapa catatan dan silsilah kuno dari struktur kesultanan Sumbawa. Bangunan yang megah dengan desain tradisional dan memilki 99 tiang/pilar kayu yang bertujuan untuk mengingatkan kita pada Asmaul-Husna yaitu 99 nama yang di miliki Allah.
UTAN-BATU GONG : Jauh sebelum Agama Hindu menyebar di Bali, Sumbawa merupakan salah satu kerajaan Hindu. Batu Gong berlokasi di desa Batu Orong Bawa dekat Utan yang menyimpan bukti-bukti pengaruh budaya Hindu.
Sumbawa Barat
LEBO (DANAU) TALIWANG : Berjarak 3 KM dari Taliwang dan berada di barat Sumbawa Lebo (danau) Taliwang adalah danau yang memiliki luas sekitar 856 Ha. Danau ini dipenuhi oleh teratai dan memiliki jenis ikan yang khusus. Danau ini banyak dikunjungi sebagai tempat memancing dengan memakai sampan atau untuk tempat rekreasi.
MALUK dan SEKONGKANG : Daerah ini mengalami perkembangan pembangunan yang luar biasa sejak tahun 1995 dengan konstruksi dan dukungan PT. Newmont Nusa Tenggara perusahaan pertambangan Tembaga/Emas yang berjarak kurang lebih 30 km dari Maluk. Kota Taliwang, Jereweh dan khususnya Maluk telah mendapatkan keuntungan langsung maupun tidak langsung berupa perumahan dan fasilitas-fasilitas bisnis dan pemasukan pendapatan lainnya. Antara lain telah ada ATM-ATM, Bank, Toko, Fasilitas Kesehatan, dll. Dimana tingkatannya telah melebihi tempat-tempat lainnya di Sumbawa. Akomodasi yang disediakan untuk wisatawan adalah hotel-hotel bagus di Maluk dan Sekongkang, yang lengkap dengan restoran dan fasilitas hiburannya. Lebih lanjut terdapat Bandar kecil di Sekongkang dekat dengan Tropical Spa & Resort di pantai Pesin. Penerbangan dengan pesawat amphibi yang terbang setiap hari dari Denpasar atau Mataram ke Benete yang memberikan akses langsung ke tempat ini.
PANTAI POTO BATU : Berlokasi di daerah bagian jereweh, Pantai Poto Batu adalah tempat yang bagus untuk berenang, berlayar atau hanya untuk bersantai sambil melihat pemandangan sekitarnya.
TALIWANG dan JEREWEH : Taliwang adalah Ibukota Kabupaten. Kota ini tengah banyak melakukan pengembangan dan pembangunan yang juga sejalan dengan pembangunan dari PT. Newmont Nusa Tenggara pertambangan Tembaga/Emas yang berada di Maluk. Wilayah ini signifikan untuk areal pertanian dengan tempat dengan cultural dan arkeologi yang menarik dan daerah pantai yang permai sepanjang rute perjalanan ke Jereweh. Di dekat daerah ini terhampar pantai pasir putih dengan akomodasi yang bagus sampai pantai barat. Di sebelah barat Desa Goa, pantai ke-3 yang paling terkenal di Dunia Internasional berada disini, Sea Reef berlokasi di Pantai jelenga dan memiliki penginapan-penginapan kecil dan beberapa lengkap dengan restorannya.
Bima
BIMA dan ISTANA BIMA : Bima-Raba adalah lbu kota Kabupaten yang selalu menjadi tempat persinggahan dan menghubungkan daerah timur,tengah dan barat dari Indonesia. Dengan mengunjungi Istana Kesultanan terlebih dahulu kita akan ditunjukkan barang-barang bersejarah yang menarik, seperti mahkota kesultanan dan beberapa keris yang bersarung emas dengan tangkai yang terbuat dari gading.
DESA RABA-DOMPU : Merupakan tempat produksi kain Mbojo yang terkenal, masyarakatnya masih menenun kain-kain indah itu dengan menggunakan cara tradisional dan menghasilkan produk dengan kualitas tinggi dan desain yang halus.
DESA DONGGO : Donggo, dengan jarak 40 Km adalah desa tertua di Bima, penduduk desa ini memiliki pakaian dan tradisi yang berbeda dari desa-desa lainnya. Mereka memelihara tradisi etnik uniknya dengan selalu memakai pakaian hitam, masih mempertahankan tingkatan hierarkinya dan membangun rumah tradisional mereka sendiri. Penduduk desa Donggo bermata pencaharian sebagai petani dan mengolah lahan berair mereka yang berada di lembah-lembah bukit. Mereka juga memproduksi kain tenun yang tahap-tahap pembuatan dimulai dari menentukan pola sampai pencelupan kain menggunakan bahan dan alat yang masih tradisional. Kerajinan lain yang di hasilkan daerah ini adalah tulisan kuno Sanskrit yang di masukkan ke dalam tabung batu.
MADA PANGGA : Dengan hutan tropisnya, Mada Pangga adalah tempat yang memiliki kecantikan alam yang indah dengan banyak pohon jati yang tumbuh subur dengan juga ditinggali oleh binatang liar dan burung warna-warni.
GUNUNG SANGEANG : Gunung berapi yang selalu mengeluarkan asap yang menjulang setinggi 2000 M di tengah laut dan berada di sebelah timur-laut lepas pantai. Di lembah dan daerah sekitar Sangeang popular dengan pemandangan yang mengajarkan tentang lingkungan alam kita. Sebuah tempatyang di kelilingi air laut yang biru jernih, gunung ini dapat di kunjungi dengan mudah dengan menggunakan boat atau perahu dari Bima.
SAPE: Sape berada di timur laut, merupakan rute utama wisata bagi wisatawan yang ingin mengunjungi pulau Komodo, hewan reptil terbesar yang terkenal dengan sebutan "Naga". Sape berjarak 4 Km dari pelabuhan (Labuan Sape) kebudayaan di daerah paling timur ini berbeda dari yang lainnya. Pantai kearah utara dari Lamere sampai Matambolo bagus untuk berenang, berjemur dan menikmati sunrise (terbitnya matahari).
DAERAH WAWO-MARIA : Berlokasi di rute wisata yang menghubungkan Bima dan Pulau Komodo, daerah Wawo-Maria memproduksi kain dengan kualitas tinggi dan desain/motif yang halus. Maria sendiri terkenal karena lumbung tradisionalnya (Lengge) yang di buat berkumpul di sebuah bukit di luar desa. Dekat dengan Wawo, terdapat tempat rekreasi yang di buat oleh kolonial Belanda di namakan Ai-Wobo, yang juga memiliki sebuah pesanggrahan (pesanggrahan Wawo), kolam renang yang airnya dari sumber mata air dan juga menyediakan penginapan wisatawan.
Dompu
DAERAH PANTAI NEIHU : Merupakan pantai di pinggir jalan yang menuju ke arah ibukota kabupaten Dompu dan jika di lihat dari alas bukit maka akan menawarkan pemandanagn alam yang fantastis.
DORO BATU : Hanya berjarak 1 Km dari Dompu, Doro Batu merupakan daerah yang memendam barang-barang arkeologi. Daerah ini dulunya pernah menjadi tempat berdirinya sebuah kerajaan besar, disini kita akan menemukan sisa-sisa keruntuhan dari istana Dompu yang telah tertutup oleh abu vulkanik dari letusan gunung Tambora di tahun 1815.
HU'U dan PANTAI LAKEY : Beberapa ombak yang terbaik dapat di temukan di pantai selatan ini, ombak untuk berselancar tersebut berbentuk memanjang mengikuti garis karang. Titik peselancaran yang terkenal antara lain Tanjung Lakey, Periscope, Cobblestones, dll. Dan di tempat-tempat lain kita akan menemukan koral-koral yang melimpah. Tempat ini merupakan tempat yang berkelas di antara tempat-tempat menarik lainnya di daerah ini. di tambah dengan adanya beberapa gua dan sumber air panas. Dengan penginapan yang memuaskan dengan hotel-hotel kecil dengan kulitas bagus dan Guest House yang sangat menyenangkan di sepanjang pantai.
LEPADI : Berjarak 5 Km ke arah selatan Dompu, Lepadi terkenal sebagai tempat pacuan kuda tradisional terbaik yang di adakan setiap tahun. Pacuan kuda ini memiliki ciri khas yaitu joki cilik, joki-joki ini adalah anak-anak yang berusia tidak lebih dari 8 tahun. Pacuan kuda serupa juga selalu diadakan dalam berbagai waktu dalam setahun di tempat yang berbeda di daerah Sumbawa.
GUNUNG TAMBORA : Dengan 3 hari pendakian di mulai dari desa kecil (desa Pancasila) dekat Calabai akan membawa anda melewati hutan hujan tropic kesebuah penciptaan yang begitu besar dan mengagumkan. Tambora Utara dengan hutan belantaranya (80.000 Ha) dan Tambora Selatan dengan padang berburunya (30.000 Ha) adalah 2 tempat yang berada di barat-laut dari Bima, Kehidupan liar seperti kijang dan babi liar akan dapat kita jumpai di tempat ini.
RANGGO : Desa Ranggo berada dijalan yang kita lewati ke pantai Lakey ini terkenal dengan tenun tradisionalnya beberapa bahkan di buat dari sutra. Rumah-rumah yang di cat indah juga menambah semarak pinggiran desa itu.
SATONDA : Pulau kecil ini terdiri dari timbulan gunung merapi (300 m) dan memiliki keistimewaan geolical yang unik dengan danau garamnya. Kerusakan hutan di pulau yang di sebabkan oleh letusan gunung Tambora pada tahun 1815 memberikan kesempatan yang langka untuk memeriksa kembali pelajaran tentang kolonisasi hutan. Hutan di pulau ini juga merupakan rumah bagi berbagai species burung dan ikan endemik, penyu laut juga rajin berkunjung ke pulau ini.
Sumber :
http://www.visitlomboksumbawa.net/index.php/tourism-object?showall=1
Sumber Gambar:
http://indonesia-fascination.com/wp-content/uploads/2009/04/senggigi_beach_in_the_morning.jpg
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_rinjani.htm
Profil Provinsi Nusa Tenggara Barat
Provinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena terletak pada lintas perhubungan Banda Aceh-Kupang yang secara ekonomis cukup menguntungkan.Selat Lombok di sebelah barat dan Selat Makasar di sebelah utara merupakan jalur perhubungan laut strategis yang semakin ramai dari arah Timur Tengah untuk lalu lintas bahan bakar minyak dan dari Australia berupa mineral logam ke Asia Pasifik. Merupakan lintas perdagangan ke Kawasan Timur Indonesia (Surabaya Makasar). terletak pada daerah lintas wisata dunia yang terkenal Bali-Komodo-Tanah Toraja.Secara administratif, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terbagi menjadi 7 kabupaten dan 2 kota dengan Mataram sebagai ibukota provinsi.
Komoditi peternakan komersial lainnya yang dikembangkan adalah kambing, kuda, ayam potong, itik, ayam buras, domba, babi dan produk olahan asal ternak. Sapi yang dikembangkan adalah jenis Sapi Bali. Jenis ini adalah salah satu komoditi unggulan yang memilki pasar domestik yaitu: DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi dan Papua serta pasar ekspor yaitu: Hongkong, Singapura, Malaysia, Timor Leste dan negara-negara ASEAN lainnya. Kerbau di NTB memiliki keunggulan dan daya saing pasar yang hampir sama dengan ternak sapi. Jenis Kerbau yang dikembangkan adalah jenis Kerbau Lumpur, karena mempunyai kemampuan beradaptasi yang cukup bagus terhadap lingkungan (iklim, pakan dan pengangkutan).
Lombok Tengah merupakan salah satu daerah tujuan wisata di propinsi NTB. Terletak di lokasi yang mudah terjangkau, hanya 30 km dari bandara Selaparang Mataram.Deretan pantai-pantainya yang berpasir putih sangat eksotis dan menghadap langsung ke samudra Hindia. Jumlah wisatawan yang berkunjung, baik wisatawan manca negara maupun domestik terus meningkat. Beberapa lokasi untuk bercselancar masih terlalu perawan untuk dilewatkan oleh para peselancar mania, selain privasi yang maksimal di sepinya pantai selatan. keseharian yang masih menjaga tradisi leluhur di dusun Sade dan Tansang-Angsang, dua desa cagar budaya menggambarkan bagaiman etnik Sasak menjalani kehidupan pada masa-masa awal peradabannya. Tenun tradisional di Sukarare, kerajinan gerabah di Penujak, barang-barang antik terbuat dari Ketak dan rotan di desa Beleka, semuanya sangat mendukung perkembangan pariwisata di daerah ini. Dan tentu saja upacara-upacara tradisional yang unik dan tidak sedikit yang masih menebarkan daya magis masih dipraktikan oleh etnik pewaris pulau Lombok ini.
Sebagai tujuan investasi, provinsi ini juga memiliki berbagai sarana dan prasarana penunjang diantaranya Bandara Selaparang di Mataram, Bandara Salahuddin di Bima, Bandara Brangbiji di Sumbawa Besar dan Bandara Lunyuk di Sumbawa serta memiliki Pelabuhan Tanjung, Pelabuhan Bima, Pelabuhan Sape, Pelabuhan Calabai, Pelabuhan Lembar, Pelabuhan Labuhan Haji, Pelabuhan Tanjung Luar dan Pelabuhan Lombok serta didukung sarana listrik dan telekomunikasi.
Sumber :
http://regionalinvestment.com/newsipid/id/displayprofil.php?ia=52
Sumber Gambar:
http://www.bpmntb.com/promote/data/2009/12/peta-atlas-NTB-edit-1024-768.jpg
http://asita-ntb.com/baru/wp-content/uploads/2009/07/PETA_NTB.jpg
Tiga Gili "Desa Dunia" di Tengah Laut Lombok
Inilah "desa dunia" pasca-Bali. Ini memang julukan bagi obyek wisata tiga gili atau pulau kecil yang berada di Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Sebutan itu dapat dibuktikan melalui keberadaan sejumlah hotel berbintang yang umumnya milik investor asing yang bekerja sama dengan warga setempat sebagai pemilik lahan. Pesisir tiga gili, Trawangan, Meno, dan Air, juga didominasi turis muda usia dari mancanegara, yang berwisata di pulau kecil yang masih bersih dari polusi dan terpisah dari Pulau Lombok itu.
Suasana ”desa dunia” sangat kental di Trawangan. Hal ini terindikasi dari bahasa yang digunakan wisatawan, seperti bahasa Jerman, Perancis, Spanyol, dan Jepang; malah ada sekelompok kecil wisatawan yang berkomunikasi dengan bahasa Lebanon. Meski demikian, pelancong yang berbahasa Inggris lebih dominan.
Tidak seramai Kuta, Bali, memang, tetapi Ali dan Kahlil, keduanya wisatawan warga Swedia keturunan Lebanon, mengaku terhibur dengan suasana Trawangan. ”Di sini suasana tenang, alami, tidak ada polusi, saya suka,” ujar Ali, yang bersama 12 rekannya tinggal selama tiga hari pada pertengahan Januari.
Di Gili Trawangan tidak diizinkan menggunakan kendaraan bermesin. Yang diizinkan hanya cidomo (kendaraan khas), kuda, dan sepeda gayung. Transportasi ini disewakan kepada wisatawan yang ingin jalan-jalan mengitari pulau seluas 338 hektar itu.
Gili Trawangan yang berada di deretan barat menjadi pilihan utama karena memiliki fasilitas lebih lengkap, seperti penginapan, hiburan malam, serta sarana komunikasi dan transportasi yang nyaris sepanjang hari melayani warga lokal ataupun wisatawan dari Pelabuhan Bangsal, Desa Pemenang, ke Gili Trawangan, termasuk ke Gili Air yang berada di deretan paling timur.
Gili Meno
Agak berbeda dengan Gili Meno, yang diapit dua pulau tetangganya, sarana dan prasarana pendukungnya kurang lengkap meski suasana lingkungan sekitar Meno relatif sepi dan tenang, mungkin cocok untuk wisata keluarga.
Dari tiga gili itu, wisatawan dapat menikmati matahari terbit dari balik Gunung Rinjani, lalu matahari terbenam, dan Gunung Agung di Bali, serta berbagai atraksi bahari yang disukai, seperti diving dan snorkling. Ada taman laut Meno Wall, dinding tebing curam di antara Meno dan Trawangan, yang bisa disaksikan pada kedalaman 15 meter.
Gili Meno juga dilengkapi danau ”alam” berair asin, serta area tempat persinggahan burung-burung yang bermigrasi, aneka jenis dan warna ikan hias, seperti tiger fish, blue moon, dan ikan kepe-kepe yang masuk keluar terumbu karang. Para penyelam pun membawa roti yang dimasukkan dalam botol bekas air mineral. Saat di dalam air, roti itu disemprotkan guna menarik perhatian ikan hias itu.
Kecuali ribbon coral dan finger coral, hampir di semua tempat di perairan tiga gili itu terdapat terumbu karang berwarna biru. Terumbu karang biru masuk marga Acropora. Warna biru itu disebabkan warna pigmen Zooxanthela atau alga bersel tunggal berwarna biru dan hidup bersimbiosis dalam jaringan karang. Suasana ini bagaikan karang biru di Laut Karibia.
Mau uji nyali? Cobalah naik boat ke sekitar 100 meter barat-selatan dari Gili Trawangan. Di situ, selain ada ikan hias lion fish dan ikan sotong, juga ada shark point, sarang ikan hiu white tip di kedalaman 25-30 meter. Bagi yang mengikuti kursus selam, lokasi ini wajib dikunjungi.
Jika enggan berbasah-basah, ada glass bottom boat yang lantainya tembus pandang.
Menuju Gili
Banyak jalan menuju gili itu. Jika sekadar tur singkat atau ”cuci mata”, bisa mencarter boat dari obyek wisata Senggigi, Lombok Barat, yang sewanya Rp 350.000-Rp 550.000. Senggigi-Trawangan ditempuh sekitar 60 menit dengan boat.
Menumpang angkutan umum dari Senggigi ke Pelabuhan Bangsal, Desa Pemenang—pintu masuk ke tiga gili itu—adalah alternatif lain. Kondisi jalan di jalur ini beraspal hotmix, dengan medan menanjak dan tikungan menelusuri kawasan pantai serta pada tempat tertentu dari kejauhan tampak gugusan tiga gili itu.
Boleh juga menumpang angkutan umum dari Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat, ke Pelabuhan Bangsal. Dalam perjalanan, para wisatawan singgah sejenak di sekitar kawasan Hutan Pusuk, bermain-main dengan komunitas kera abu-abu kemudian mencicipi air tuak manis yang dijajakan di pinggir jalan.
Sekalian juga menengok proses produksi gula merah yang dilakukan warga di sekitar kawasan hutan itu, dari mengambil air aren di pohonnya sampai mengolahnya menjadi gula jawa.
Keunggulan komparatif tiga gili itu menjadi magnet yang dinikmati wisatawan, kalangan usaha, dan masyarakat. Hanya, mengedepankan hitung-hitungan ekonomi yang diraih lalu mengabaikan aspek lingkungan justru memperburuk persoalan lingkungan yang dalam dua dekade terakhir ini dirasakan masyarakat. Jika lalai menjaga lingkungan yang menjadi daya tarik tiga gili itu, maka niscaya ”desa dunia” ini ditinggal pelancong. (Khaerul Anwar)
Sumber :
http://travel.kompas.com/read/2010/01/23/10050055/Tiga.Gili..quot.Desa.Dunia.quot..di.Tengah.Laut.Lombok
23 Januari 2010
Sebutan itu dapat dibuktikan melalui keberadaan sejumlah hotel berbintang yang umumnya milik investor asing yang bekerja sama dengan warga setempat sebagai pemilik lahan. Pesisir tiga gili, Trawangan, Meno, dan Air, juga didominasi turis muda usia dari mancanegara, yang berwisata di pulau kecil yang masih bersih dari polusi dan terpisah dari Pulau Lombok itu.
Suasana ”desa dunia” sangat kental di Trawangan. Hal ini terindikasi dari bahasa yang digunakan wisatawan, seperti bahasa Jerman, Perancis, Spanyol, dan Jepang; malah ada sekelompok kecil wisatawan yang berkomunikasi dengan bahasa Lebanon. Meski demikian, pelancong yang berbahasa Inggris lebih dominan.
Tidak seramai Kuta, Bali, memang, tetapi Ali dan Kahlil, keduanya wisatawan warga Swedia keturunan Lebanon, mengaku terhibur dengan suasana Trawangan. ”Di sini suasana tenang, alami, tidak ada polusi, saya suka,” ujar Ali, yang bersama 12 rekannya tinggal selama tiga hari pada pertengahan Januari.
Di Gili Trawangan tidak diizinkan menggunakan kendaraan bermesin. Yang diizinkan hanya cidomo (kendaraan khas), kuda, dan sepeda gayung. Transportasi ini disewakan kepada wisatawan yang ingin jalan-jalan mengitari pulau seluas 338 hektar itu.
Gili Trawangan yang berada di deretan barat menjadi pilihan utama karena memiliki fasilitas lebih lengkap, seperti penginapan, hiburan malam, serta sarana komunikasi dan transportasi yang nyaris sepanjang hari melayani warga lokal ataupun wisatawan dari Pelabuhan Bangsal, Desa Pemenang, ke Gili Trawangan, termasuk ke Gili Air yang berada di deretan paling timur.
Gili Meno
Agak berbeda dengan Gili Meno, yang diapit dua pulau tetangganya, sarana dan prasarana pendukungnya kurang lengkap meski suasana lingkungan sekitar Meno relatif sepi dan tenang, mungkin cocok untuk wisata keluarga.
Dari tiga gili itu, wisatawan dapat menikmati matahari terbit dari balik Gunung Rinjani, lalu matahari terbenam, dan Gunung Agung di Bali, serta berbagai atraksi bahari yang disukai, seperti diving dan snorkling. Ada taman laut Meno Wall, dinding tebing curam di antara Meno dan Trawangan, yang bisa disaksikan pada kedalaman 15 meter.
Gili Meno juga dilengkapi danau ”alam” berair asin, serta area tempat persinggahan burung-burung yang bermigrasi, aneka jenis dan warna ikan hias, seperti tiger fish, blue moon, dan ikan kepe-kepe yang masuk keluar terumbu karang. Para penyelam pun membawa roti yang dimasukkan dalam botol bekas air mineral. Saat di dalam air, roti itu disemprotkan guna menarik perhatian ikan hias itu.
Kecuali ribbon coral dan finger coral, hampir di semua tempat di perairan tiga gili itu terdapat terumbu karang berwarna biru. Terumbu karang biru masuk marga Acropora. Warna biru itu disebabkan warna pigmen Zooxanthela atau alga bersel tunggal berwarna biru dan hidup bersimbiosis dalam jaringan karang. Suasana ini bagaikan karang biru di Laut Karibia.
Mau uji nyali? Cobalah naik boat ke sekitar 100 meter barat-selatan dari Gili Trawangan. Di situ, selain ada ikan hias lion fish dan ikan sotong, juga ada shark point, sarang ikan hiu white tip di kedalaman 25-30 meter. Bagi yang mengikuti kursus selam, lokasi ini wajib dikunjungi.
Jika enggan berbasah-basah, ada glass bottom boat yang lantainya tembus pandang.
Menuju Gili
Banyak jalan menuju gili itu. Jika sekadar tur singkat atau ”cuci mata”, bisa mencarter boat dari obyek wisata Senggigi, Lombok Barat, yang sewanya Rp 350.000-Rp 550.000. Senggigi-Trawangan ditempuh sekitar 60 menit dengan boat.
Menumpang angkutan umum dari Senggigi ke Pelabuhan Bangsal, Desa Pemenang—pintu masuk ke tiga gili itu—adalah alternatif lain. Kondisi jalan di jalur ini beraspal hotmix, dengan medan menanjak dan tikungan menelusuri kawasan pantai serta pada tempat tertentu dari kejauhan tampak gugusan tiga gili itu.
Boleh juga menumpang angkutan umum dari Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat, ke Pelabuhan Bangsal. Dalam perjalanan, para wisatawan singgah sejenak di sekitar kawasan Hutan Pusuk, bermain-main dengan komunitas kera abu-abu kemudian mencicipi air tuak manis yang dijajakan di pinggir jalan.
Sekalian juga menengok proses produksi gula merah yang dilakukan warga di sekitar kawasan hutan itu, dari mengambil air aren di pohonnya sampai mengolahnya menjadi gula jawa.
Keunggulan komparatif tiga gili itu menjadi magnet yang dinikmati wisatawan, kalangan usaha, dan masyarakat. Hanya, mengedepankan hitung-hitungan ekonomi yang diraih lalu mengabaikan aspek lingkungan justru memperburuk persoalan lingkungan yang dalam dua dekade terakhir ini dirasakan masyarakat. Jika lalai menjaga lingkungan yang menjadi daya tarik tiga gili itu, maka niscaya ”desa dunia” ini ditinggal pelancong. (Khaerul Anwar)
Sumber :
http://travel.kompas.com/read/2010/01/23/10050055/Tiga.Gili..quot.Desa.Dunia.quot..di.Tengah.Laut.Lombok
23 Januari 2010
Menyusuri Jejak Sejarah Dompu
Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mempunyai catatan sejarah tersendiri. Seperti halnya Lombok, Sumbawa, dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas kerajaan atau kesultanan. Kerajaan Dompu merupakan salah satu kerajaan yang paling tua khususnya di Indonesia Bagian Timur. Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar dan Kusuma Ayu dari berbagai hasil penelitiannya menyimpulkan Dompu atau (Kerajaan Dompo) adalah kerajaan yang paling tua di wilayah timur Indonesia.
Berdasarkan catatan sejarah di Dompu, sebelum terbentuknya kerajaan di daerah tersebut, telah berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “Ncuhi” atau raja kecil. Ncuhi terdiri atas empat orang yakni Ncuhi Hu`u yang berkuasa di daerah Hu`u (sekarang Kecamatan Hu`u), Ncuhi Soneo yang berkuasa di daerah Soneo dan sekitarnya (sekarang Kecamatan Woja dan Dompu). Selanjutnya Ncuhi Nowa berkuasa di Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa di Tonda (sekarang wilayah Desa Riwo Kecamatan Woja Dompu). Dari keempat Ncuhi tersebut yang paling dikenal adalah Ncuhi Hu`u.
Menurut cerita rakyat setempat, di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi Kula yang mempunyai anak perempuan bernama Komba Rawe. Ncuhi tersebut kemudian dikenal dengan nama Ncuhi Patakula. Cerita rakyat setempat menyebutkan, putra raja Tulang Bawang terdampar di daerah Woja dalam pengembaraannya, tepatnya di wilayah Woja bagian timur. Kemudian putra raja Tulang Bawang tersebut menikah dengan putri Ncuhi Patakula. Selanjutnya para Ncuhi sepakat menobatkan putra raja Tulang Bawang sebagai raja Dompu yang pertama. Sedangkan Raja Dompu ke-2 bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinan antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah Dewa Mbora Bisu, yang merupakan Raja Dompu yang ke-3. Raja ke-4 Dompu adalah Dewa Mbora Balada, yang merupakan saudara dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa Indra Dompu. Pada abad XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah. Kerajaan dikacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa pihak residen campur tangan,Sultan Abdull Azis, putra Sultan Abdullah yang kemudian mengganti Sultan Yakub, ternyata tidak mampu banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya.
Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada di wilayah Dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima. Pada 5-12 April 1815, ketika Gunung Tambora meletus, akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainnya berhasil melarikan diri. Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata yang merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru, karena itu dia disebut dengan gelar Bata Bou. Beliau diganti oleh putranya, Sultan Muhammad Salahuddin.
Salahuddin mengadakan perbaikan dalam sistem dan hukum pemerintahaan. Dia pun menetapkan hukum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama, sekaligus menetapkan hukum adat yang dipakai adalah hukum Islam yang berlalu di wilayah kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahaannya, Sultan dibantu oleh majelis adat serta majelis hukum. Selanjutnya mereka (para pembantu itu) disebut manteri dengan sebutan raja bicara, rato rasanae, rato perenta, dan rato Renda. Mereka tergabung suatu dewan hadat, dan merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Sultan.
LETUSAN TAMBORA
Gunung Tambora yang meletus pada 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu, mengakibatkan tiga kerajaan kecil (Pekat, Tambora, dan Sanggar) yang terletak di sekitar Tambora tersebut musnah. Ketiga wilayah kerajaan kecil itu pun kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Dompu. Pertambahan wilayah Kesultanan Dompu tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi Dompu Baru, yakni pergantian antara Dompu Lama ke Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. Ahli sejarah Helyus Syamsuddin mengungkapkan, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari kelahiran Dompu, yang kemudian dikuatkan dengan Peraturan Daerah No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004.
LETUSAN TAMBORA, SEBUAH MISTERI LAHIRNYA DOMPU BARU
Seperti di daerah lain Lombok,Sumbawa dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas Kerajaan atau Kesultanan. Bahkan konon Kerajaan Dompu merupakan salah satu Kerajaan yang paling tua khususnya di bagian Indonesia Timur. Arkeolog dari Pusat balai penelitian arkeologi dan Purbakala Drs.Sukandar dan Dra. Kusuma ayu pada saat melakukan penelitian di Dompu beberapa waktu lalu pernah menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitiannya di Dompu dapat disimpulkan bahwa Dompu (Kerajaan DOMPO-Red) adalah Kerajaan paling tua diwilayah Timur Indonesia.
Namun sayang, tidak seperti di Lombok,Sumbawa dan Bima dimana untuk mengetahui lebih jauh tentang Kerajaan tempo dulu ketiga daerah tetangga tersebut banyak didukung oleh berbagai bukti otentik yang dapat menggambarkan tentang peristiwa sejarah tempo dulu,sedangkan di Dompu bukti otentik untuk mendukung keberadaan sejarah masa lalu tampaknya masih sangat kurang sekali bahkan bisa dikatakan hampir sudah tidak ada sama sekali. Barangkali inilah merupakan salah satu tugas dan kewajiban khususnya bagi kalangan generasi muda di daerah ini untuk lebih bekerja keras agar berbagai tabir misteri sejarah tempo dulu dapat segera terungkap meskipun hal itu membutuhkan perjuangan dan usaha yang cukup menyita waktu bahkan material sekalipun. Upaya pemkab Dompu dalam rangka untuk mencapai hal tersebut patut kiranya didukung oleh semua pihak,bahkan pemkab Dompu sendiri telah banyak berupaya dan tentunya pekerjaan tersebut akan sukses apabila selalu mendapat dukungan serta do,a restu dari seluruh lapisan masyarakat yang ada dan jangan malah pekerjaan itu dianggap hanya akan membuang energi serta mubazir saja. “Orang bijak mengatakan,terlalu sombong dan munafik apabila kita melupakan sejarah kita sendiri”, semoga hal itu tidak akan pernah terjadi, amin.
Sejarah mencatat,di dompu sebelum terbentuknya kerajaan konon didaerah ini berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “NCUHI” atau Raja Kecil, para ncuhi tersebut terdiri dari 4 orang yakni Ncuhi Hu,u yang berkuasa diwilayah kekuasaan daerah Hu,u (Sekarang kecamatan Hu,u Dompu – Red), kemudian Ncuhi Saneo yang berkuasa didaerah Saneo dan sekitarnya (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan woja Dompu), selanjutnya Ncuhi Nowa dan berkuasa didaerah Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa diwilayah kekuasaannya yakni di sekitar Tonda dan saat ini masuk dalam wilayah Desa Riwo kecamatan woja Dompu.
Diantara keempat Ncuhi tersebut yang paling terkenal konon yakni Ncuhi Hu,u. menurut cerita rakyat yang ada bahwa,konon di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi bernama “Sang Kula” yang akhirnya mempunyai seorang anak perempuan bernama “Komba Rame”. Ncuhi ini kemudian terkenal dengan nama Ncuhi “Patakula”. Pada saat itu konon terdamparlah putra Raja Tulang Bawang didaerah woja yang sengaja mengembara di daerah Woja bagian timur. Singkat cerita akhirnya putra Raja Tulang Bawang ini kawin dengan putrid Ncuhi patakula dan selanjutnya para Ncuhi yang ada akhirnya sepakat untuk menobatkan putra Raja Tulang Bawang tersebut sebagai Raja Dompu yang pertama. Pusat pemerintahannya konon disekitar wilayah desa Tonda atau di desa Riwo masuk dalam wilayah kecamatan woja sekarang.
Sedangkan Raja ke-2 Dompu adalah bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinana antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah : Dewa Mbora Bisu,Raja dompu ang ke-3 adalah yaitu yang menggantikan kakaknya Dewa Indra Dompu,cucu dari Indra Kumala. Dewa Mbora Belanda : beliau adalah saudaranya dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa indra Dompu yang menjadi Raja ke-4 didaerah ini. Dewa yang punya Kuda. Pengganti Dewa Mbora Belanda adalah putranya yang bernama Dewa yang punya Kuda dan memerintah sebagai Raja yang ke-5,Dewa yang mati di Bima.
Raja yang dikenal sebagai seorang yang dictator,sehingga diturunkan dari tahta kerajaan oleh rakyat Dompu ialah Dewa yang mati di Bima. Beliau konon menggantikan ayahnya (Dewa yang punya Kuda) sebagai raja yang ke-6 di Dompu akan tetapi karena hal itu akhirnya di bawa ke Bima dan meninggal di sana,dewa yang bergelar “Mawaa La Patu”. Raja inilah sebenarnya yang akan di nobatkan sebagai raja Dompu yang menggantikan dewa yang mati di Bima,namun beliau ke Bima dan selanjutnya memerintah di sana. Pada masa pemerintahan Raja inilah terkenal satu ekspedisi dari Kerajaan di pulau Jawa yakni kerajaan Majapahit yang konon ekspedisi tersebut di pimpin oleh salah seorang Panglima perang bernama Panglima Nala pada tahun 1344,namun ekspedisi tersebut ternyata gagal.
Oleh rakyat dompu raja yang satu ini sangat dikenal sebagai raja yang disiplin dalam menjalankan pemerintahanya,teratur dalam social ekonomi maupun politik sehingga masyarakat saat itu memberi gelar sebagai “Dewa Mawaa Taho”, semula raja ini dikenal dengan nama “Dadela Nata”. Beliau adalah raja yang ke-7 dan merupakan raja Dompu yang terakhir sebelum masuknya ajaran Islam di Kerajaan Dompu,raja tersebut berkedudukan atau bertahta di wilayah Tonda.
Ekspedisi Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Nala dan di bawah komanda Sang Maha Patih Gajah Mada mengalami kegagalan pada ekspedisi pertama,selanjutnya menyusul ekspedisi yang ke-2 pada sekitar tahun 1357 yang di Bantu oleh Laskar dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Soka. Ekspedisi yang ke-2 inilah Majapahit berhasil menakklukkan Dompu dan akhirnya bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Melihat fenomena diatas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kerajaan Dompu tersebut ternyata sudah ada sebelum Majapahit,hal itu juga dapat dibuktikan dalam isi sumpah Palapanya sang Gajah Mada dimana dalam isinya sumpahnya itu disebutlah nama kerajaan DOMPO (Dompu-Red) sebagai salah satu kerajaan yang akan di taklukkan dalam ekspedisinya tersebut.
Kesultanan Dompu.
Pada abad ke-XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah,Kerajaan di kacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa memerlukan campur tangan pihak residen. Sejak Sultan Abdull Azis,putra Sultan Abdullah yang mengganti Sultan Yakub tidak banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya. Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada diwilayah dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels menegaskan,Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima,begitu pula penggantinya sultan Muhammad Tajul Arifin I putra Sultan Abdull Wahab,Sultan Muhammad tajul arifin I diganti oleh Sultan Abdull Rasul II,adik beliau. Dari 5-12 April 1815 ketika tambora meletus akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainya berhasil melarikan diri.
Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata (ASI NTOI) kini merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru (ASI BOU) Karena itu beliau disebut dengan gelar “Bata Bou”, beliau diganti oleh putranya,Sultan Muhammad Salahuddin. Salahuddin mengadakan perbaikan dalam system dan hokum pemerintahaan,beliau menetapkan hokum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama sekaligsu menetapkan hokum adat yang dipakai adalah hokum Islam yang berlalu diwilayah kekauasaanny. Dalam menjalankan pemeerintahaannyaSultan dibantu oleh majelis hadat serta majelis hokum mereka itu dalam tatanan kepangkatan hadat dan hokum,mereka selanjutnya mereka disebut manteri-manteri dengan sebutan “Raja Bicara,rato rasana,e, rato perenta,dan rato Renda” mereka tergabung suatu dewan hadat,merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan sultan.
Hadat juga merupakan kelengkapan pemerintahaan yang berfungsi menjalankan hokum agama yang di kepalai oleh “Kadi” atau sultan menurut keperluannya. Seperti sultan-sultan sebelumnya,salahuddin tetap melakukan hubungan dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Menurut Zolinger,sejak mengadakan perjanjian dengan kompeni pada sekitar tahun 1669. selanjutnya Sultan Muhammad salahuddin diganti leh putranya yakni Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahaannya beliau menanda tangani kontrak panjang pada tahun 1886 silam. Beliau Selanjutnya diganti oleh putrannya Sultan Muhammad Siradjuddin yang memperbaharui konrak tersebut pada sekitar tahun 1905. Sejarah juga menyebutkan bahwa Sultan pertama di Dompu setelah adanya likuidasi pergantian pemerintahan dari sistim Kerajaan menjadi Kesultanan yakni Sultan Syamsuddin I. Dan beliaulah merupakan pemimpin atau Raja yang pertamakali memeluk agama Islam begitu sistim pemerintahaannya berubah menjadi Kesultanan. Tahun 1958 Kesultanan dompu yang saat itu dipimpin oleh Sultan dompu terakhir yakni Sultan Muhammad Tajul Arifin (Ruma To,i), sistim pemerintahan di Dompu dirubah menjadi suatu daerah swapraja Dompu dan Kepala daerah Swatantra tingkat II Dompu tahun 1958-1960.
Kerajaan Sanggar.
Sanggar merupakan kerajaan kecil yang terletak disebelah barat laut Dompu disebelah timur kaki gunung tambora. Pada tahun 1805 raja sanggar meninggal dan digantikan oleh saudaranya yakni Ismail ali Lujang. Pada abad ke-XIX,sebelum tambora meletus dengan dahsyatnya, penduduk saat itu berjumlah skitar dua ribu orang pada tahun 1808 dan meningkat menjadi dua ribu dua ratus orang pada tahun 1815.
Ketika Tambora meletus pada bulan april 1815 sebagian besar penduduknya meninggal,dan tinggal dua ratus orang saja dan karena diserang leh perampok pada tahun 1818 mereka melarikan diri ke Banggo di Kerajaan Dompu,dan sebagaian ke Gembe Bima. Dengan bantuan gubernurmen pada tahun 1830 mereka akhirnya kembali ke sanggar. Gubernurmen memberikan bantuan beberapa senapan dan amunisi untuk menjaga diri dari srangan musuh. Pada tahun 1837 penduduk Sanggar masih berjumlah sekitar tiga ratus tiga orang dan pada tahun 1847 meningkat menjadi tiga ratus lima puluh orang atau jiwa. Rumah raja dibuat oleh rakyatnya sendiri dengan bahan dari kayu pilihan secara gotong – royong. Raja dan para pembesar kerajaan saat itu tidak di gaji tetapi tanah-tanah mereka dikerjakan oleh rakyatnya. Pada awal abad ke- XX atau sejak Belanda menguasai pulau sumbawa secara langsung,Kerajaan Sanggar di hapus serta digabungkan dengan kekuasaan Kesultanan Bima hingga sekarang ini.
Kerajaan Tambora.
Kerajaan Tambora yang teretak pada suatu jazirah yang pada ketiga penjuru dibatasi oleh laut. Disebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Dompu dengan luas areal wilayah 459 pal persegi. Seluruh kerajaan berada disekitar kaki gunung Tambora (Gunung Arun). Sebelum Tambora meletus,air sudah sangat kurang dan untuk mendapatkan air minum penduduk saat itu menggali sumur di sekitar pantai. Rakyat tambora hidup dari berladang atau bercocok tanam serta beternak dan meramu.
Ladang-ladang cukup dilembabpi oleh embun dan karena itu mereka bertanam pada sekitar bulan agustus dan panen pada bulan desember. Kekayaan yang utama adalah ternak kuda dan hasil kayu hutan . setengah dari hasil Gubernemen dan setengah dari kuda-kuda tersebut dikirim ke Kerajaan Bima pada tahun 1806 dan tahun 1807 berasal dari Tambora. Menurut Tobias,pada tahun 1808 Kerajaan Tambora berpenduduk sekitar empat ribu iwa dan pada tahun 1815 atau setelah tambora meletus penduduk kerajaan tambora sebagian habis tewas sebanyak tiga puluh ribu jiwa lebih. Dan pada tahun 1816 sisa penduduk yang masih hidup akhirnya meninggal semua karena diterjang banjir bandang dan banjir lahar,selanjutnya bekas Kerajaan tambora yang sudah habis ditelan ganasnya alam tersebut digabungkan dengan wilayah Kesultanan Dompu hingga sekarang ini. Bekas Kerajaan tambora kini masuk dalam wilayah Kecamatan Pekat Dompu.
Kerajaan Papekat (Pekat).
Dimasa pemerintahan kabupaten Dompu,nama Pekat saat ini merupakan nama sebuah desa yang terletak di wilayah kecamatan Pekat – Calabay Dompu (Nama Ibu Kota Kecamatan Pekat) Konon nama Pekat berasal dari kata “Pepekat”.
Kerajaan kecil ini tidak banyak meninggalkan atau menyimpan bukti-bukti untuk mendukung keberadaan kerajaan tersebut tempo dulu bahkan hampir dikatakan tidak ada sama sekali,hanya nama Pekat kini merupakan nama sebuah desa di kawasan lereng gunung Tambora. Catatan sejarah menyebutkan,meskipun suatu kerajaan kecil tetapi Pekat saat itu teraus diijinkan berdiri oleh pemerintah penjanjah VOC terutama untuk membendung pengaruh dari Kerajaan Makassar ang sewaktu-waktu dapat membentuk kekuatan di situ. Maka dengan Pekat pihak VOC mengikat terus persahabatan yang baik sekali, tetapi akibat gunung Tambora meletus,akhirnya penduduk di Kerajaan Pekat musnah seluruhnya kemudian bekas kerajaan Pekat digabung kan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan dompu hingga sekarang ini.
Gunung Tambora Meletus pada tanggal 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu letusan Tambora yang paling dahsyat yakni letusan pada tanggal 11 April 1815 yang mengakibatkan beberapa Kerajaan kecil yang terletak di sekitar Tambora menjadi sasaran empuk musibah tersebut sehingga 3 Kerajaan kecil tersebut musnah. Pralaya (Malapetaka) tersebut tampaknya di satu sisi berdampak positif bagi berkembangan Kerajaan Dompu, sebab setelah sekian tahun lamanya dalam perkembangan selanjutnya wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu bertambah luas wilayahnya karena bekas wilayah 3 Kerajaan kecil pernah musnah akibat letusan Tambora tersebut akhirnya masuk kedalam wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu hingga sekarang ini. Dengan bertambahnya wilayah Kesultanan Dompu tersebut (Pekat,Tambora dan sebagian wilayah Kerajaan Sanggar) maka moment tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi DOMPU BOU (Dompu Baru), yakni pergantian antara Dompu Lama dan Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. 11 April 1815 Tambora meletus dengan dahsyatnya, akibat letusan Tambora wilayah Dompu dikemudian hari bertambah luasnya meliputi bekas Kerajaan Pekat, Kerajaan Tambora. DOMPU YANG BARU pun akhirnya lahir. Oleh ahli sejarah Prof.DR.Helyus Syamsuddin.PHd, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan patokan dan dasar yang kuat sehingga 11 April dijadikan sebagai hari lahir atau hari jadi DOMPU. Selanjutnya melalui Peraturan Daerah (Perda) No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004 ditetapkan bahwa tanggal 11 April 1815 sebagai hari lahir/hari jadi Dompu. (*).
Sumber :
http://www.dompukab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=50:menyusuri-jejak--jejak-sejarah-dompu&catid=27:sejarah&Itemid=27
Berdasarkan catatan sejarah di Dompu, sebelum terbentuknya kerajaan di daerah tersebut, telah berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “Ncuhi” atau raja kecil. Ncuhi terdiri atas empat orang yakni Ncuhi Hu`u yang berkuasa di daerah Hu`u (sekarang Kecamatan Hu`u), Ncuhi Soneo yang berkuasa di daerah Soneo dan sekitarnya (sekarang Kecamatan Woja dan Dompu). Selanjutnya Ncuhi Nowa berkuasa di Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa di Tonda (sekarang wilayah Desa Riwo Kecamatan Woja Dompu). Dari keempat Ncuhi tersebut yang paling dikenal adalah Ncuhi Hu`u.
Menurut cerita rakyat setempat, di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi Kula yang mempunyai anak perempuan bernama Komba Rawe. Ncuhi tersebut kemudian dikenal dengan nama Ncuhi Patakula. Cerita rakyat setempat menyebutkan, putra raja Tulang Bawang terdampar di daerah Woja dalam pengembaraannya, tepatnya di wilayah Woja bagian timur. Kemudian putra raja Tulang Bawang tersebut menikah dengan putri Ncuhi Patakula. Selanjutnya para Ncuhi sepakat menobatkan putra raja Tulang Bawang sebagai raja Dompu yang pertama. Sedangkan Raja Dompu ke-2 bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinan antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah Dewa Mbora Bisu, yang merupakan Raja Dompu yang ke-3. Raja ke-4 Dompu adalah Dewa Mbora Balada, yang merupakan saudara dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa Indra Dompu. Pada abad XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah. Kerajaan dikacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa pihak residen campur tangan,Sultan Abdull Azis, putra Sultan Abdullah yang kemudian mengganti Sultan Yakub, ternyata tidak mampu banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya.
Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada di wilayah Dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima. Pada 5-12 April 1815, ketika Gunung Tambora meletus, akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainnya berhasil melarikan diri. Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata yang merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru, karena itu dia disebut dengan gelar Bata Bou. Beliau diganti oleh putranya, Sultan Muhammad Salahuddin.
Salahuddin mengadakan perbaikan dalam sistem dan hukum pemerintahaan. Dia pun menetapkan hukum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama, sekaligus menetapkan hukum adat yang dipakai adalah hukum Islam yang berlalu di wilayah kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahaannya, Sultan dibantu oleh majelis adat serta majelis hukum. Selanjutnya mereka (para pembantu itu) disebut manteri dengan sebutan raja bicara, rato rasanae, rato perenta, dan rato Renda. Mereka tergabung suatu dewan hadat, dan merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Sultan.
LETUSAN TAMBORA
Gunung Tambora yang meletus pada 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu, mengakibatkan tiga kerajaan kecil (Pekat, Tambora, dan Sanggar) yang terletak di sekitar Tambora tersebut musnah. Ketiga wilayah kerajaan kecil itu pun kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Dompu. Pertambahan wilayah Kesultanan Dompu tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi Dompu Baru, yakni pergantian antara Dompu Lama ke Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. Ahli sejarah Helyus Syamsuddin mengungkapkan, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari kelahiran Dompu, yang kemudian dikuatkan dengan Peraturan Daerah No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004.
LETUSAN TAMBORA, SEBUAH MISTERI LAHIRNYA DOMPU BARU
Seperti di daerah lain Lombok,Sumbawa dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas Kerajaan atau Kesultanan. Bahkan konon Kerajaan Dompu merupakan salah satu Kerajaan yang paling tua khususnya di bagian Indonesia Timur. Arkeolog dari Pusat balai penelitian arkeologi dan Purbakala Drs.Sukandar dan Dra. Kusuma ayu pada saat melakukan penelitian di Dompu beberapa waktu lalu pernah menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitiannya di Dompu dapat disimpulkan bahwa Dompu (Kerajaan DOMPO-Red) adalah Kerajaan paling tua diwilayah Timur Indonesia.
Namun sayang, tidak seperti di Lombok,Sumbawa dan Bima dimana untuk mengetahui lebih jauh tentang Kerajaan tempo dulu ketiga daerah tetangga tersebut banyak didukung oleh berbagai bukti otentik yang dapat menggambarkan tentang peristiwa sejarah tempo dulu,sedangkan di Dompu bukti otentik untuk mendukung keberadaan sejarah masa lalu tampaknya masih sangat kurang sekali bahkan bisa dikatakan hampir sudah tidak ada sama sekali. Barangkali inilah merupakan salah satu tugas dan kewajiban khususnya bagi kalangan generasi muda di daerah ini untuk lebih bekerja keras agar berbagai tabir misteri sejarah tempo dulu dapat segera terungkap meskipun hal itu membutuhkan perjuangan dan usaha yang cukup menyita waktu bahkan material sekalipun. Upaya pemkab Dompu dalam rangka untuk mencapai hal tersebut patut kiranya didukung oleh semua pihak,bahkan pemkab Dompu sendiri telah banyak berupaya dan tentunya pekerjaan tersebut akan sukses apabila selalu mendapat dukungan serta do,a restu dari seluruh lapisan masyarakat yang ada dan jangan malah pekerjaan itu dianggap hanya akan membuang energi serta mubazir saja. “Orang bijak mengatakan,terlalu sombong dan munafik apabila kita melupakan sejarah kita sendiri”, semoga hal itu tidak akan pernah terjadi, amin.
Sejarah mencatat,di dompu sebelum terbentuknya kerajaan konon didaerah ini berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “NCUHI” atau Raja Kecil, para ncuhi tersebut terdiri dari 4 orang yakni Ncuhi Hu,u yang berkuasa diwilayah kekuasaan daerah Hu,u (Sekarang kecamatan Hu,u Dompu – Red), kemudian Ncuhi Saneo yang berkuasa didaerah Saneo dan sekitarnya (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan woja Dompu), selanjutnya Ncuhi Nowa dan berkuasa didaerah Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa diwilayah kekuasaannya yakni di sekitar Tonda dan saat ini masuk dalam wilayah Desa Riwo kecamatan woja Dompu.
Diantara keempat Ncuhi tersebut yang paling terkenal konon yakni Ncuhi Hu,u. menurut cerita rakyat yang ada bahwa,konon di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi bernama “Sang Kula” yang akhirnya mempunyai seorang anak perempuan bernama “Komba Rame”. Ncuhi ini kemudian terkenal dengan nama Ncuhi “Patakula”. Pada saat itu konon terdamparlah putra Raja Tulang Bawang didaerah woja yang sengaja mengembara di daerah Woja bagian timur. Singkat cerita akhirnya putra Raja Tulang Bawang ini kawin dengan putrid Ncuhi patakula dan selanjutnya para Ncuhi yang ada akhirnya sepakat untuk menobatkan putra Raja Tulang Bawang tersebut sebagai Raja Dompu yang pertama. Pusat pemerintahannya konon disekitar wilayah desa Tonda atau di desa Riwo masuk dalam wilayah kecamatan woja sekarang.
Sedangkan Raja ke-2 Dompu adalah bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinana antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah : Dewa Mbora Bisu,Raja dompu ang ke-3 adalah yaitu yang menggantikan kakaknya Dewa Indra Dompu,cucu dari Indra Kumala. Dewa Mbora Belanda : beliau adalah saudaranya dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa indra Dompu yang menjadi Raja ke-4 didaerah ini. Dewa yang punya Kuda. Pengganti Dewa Mbora Belanda adalah putranya yang bernama Dewa yang punya Kuda dan memerintah sebagai Raja yang ke-5,Dewa yang mati di Bima.
Raja yang dikenal sebagai seorang yang dictator,sehingga diturunkan dari tahta kerajaan oleh rakyat Dompu ialah Dewa yang mati di Bima. Beliau konon menggantikan ayahnya (Dewa yang punya Kuda) sebagai raja yang ke-6 di Dompu akan tetapi karena hal itu akhirnya di bawa ke Bima dan meninggal di sana,dewa yang bergelar “Mawaa La Patu”. Raja inilah sebenarnya yang akan di nobatkan sebagai raja Dompu yang menggantikan dewa yang mati di Bima,namun beliau ke Bima dan selanjutnya memerintah di sana. Pada masa pemerintahan Raja inilah terkenal satu ekspedisi dari Kerajaan di pulau Jawa yakni kerajaan Majapahit yang konon ekspedisi tersebut di pimpin oleh salah seorang Panglima perang bernama Panglima Nala pada tahun 1344,namun ekspedisi tersebut ternyata gagal.
Oleh rakyat dompu raja yang satu ini sangat dikenal sebagai raja yang disiplin dalam menjalankan pemerintahanya,teratur dalam social ekonomi maupun politik sehingga masyarakat saat itu memberi gelar sebagai “Dewa Mawaa Taho”, semula raja ini dikenal dengan nama “Dadela Nata”. Beliau adalah raja yang ke-7 dan merupakan raja Dompu yang terakhir sebelum masuknya ajaran Islam di Kerajaan Dompu,raja tersebut berkedudukan atau bertahta di wilayah Tonda.
Ekspedisi Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Nala dan di bawah komanda Sang Maha Patih Gajah Mada mengalami kegagalan pada ekspedisi pertama,selanjutnya menyusul ekspedisi yang ke-2 pada sekitar tahun 1357 yang di Bantu oleh Laskar dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Soka. Ekspedisi yang ke-2 inilah Majapahit berhasil menakklukkan Dompu dan akhirnya bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Melihat fenomena diatas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kerajaan Dompu tersebut ternyata sudah ada sebelum Majapahit,hal itu juga dapat dibuktikan dalam isi sumpah Palapanya sang Gajah Mada dimana dalam isinya sumpahnya itu disebutlah nama kerajaan DOMPO (Dompu-Red) sebagai salah satu kerajaan yang akan di taklukkan dalam ekspedisinya tersebut.
Kesultanan Dompu.
Pada abad ke-XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah,Kerajaan di kacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa memerlukan campur tangan pihak residen. Sejak Sultan Abdull Azis,putra Sultan Abdullah yang mengganti Sultan Yakub tidak banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya. Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada diwilayah dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels menegaskan,Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima,begitu pula penggantinya sultan Muhammad Tajul Arifin I putra Sultan Abdull Wahab,Sultan Muhammad tajul arifin I diganti oleh Sultan Abdull Rasul II,adik beliau. Dari 5-12 April 1815 ketika tambora meletus akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainya berhasil melarikan diri.
Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata (ASI NTOI) kini merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru (ASI BOU) Karena itu beliau disebut dengan gelar “Bata Bou”, beliau diganti oleh putranya,Sultan Muhammad Salahuddin. Salahuddin mengadakan perbaikan dalam system dan hokum pemerintahaan,beliau menetapkan hokum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama sekaligsu menetapkan hokum adat yang dipakai adalah hokum Islam yang berlalu diwilayah kekauasaanny. Dalam menjalankan pemeerintahaannyaSultan dibantu oleh majelis hadat serta majelis hokum mereka itu dalam tatanan kepangkatan hadat dan hokum,mereka selanjutnya mereka disebut manteri-manteri dengan sebutan “Raja Bicara,rato rasana,e, rato perenta,dan rato Renda” mereka tergabung suatu dewan hadat,merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan sultan.
Hadat juga merupakan kelengkapan pemerintahaan yang berfungsi menjalankan hokum agama yang di kepalai oleh “Kadi” atau sultan menurut keperluannya. Seperti sultan-sultan sebelumnya,salahuddin tetap melakukan hubungan dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Menurut Zolinger,sejak mengadakan perjanjian dengan kompeni pada sekitar tahun 1669. selanjutnya Sultan Muhammad salahuddin diganti leh putranya yakni Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahaannya beliau menanda tangani kontrak panjang pada tahun 1886 silam. Beliau Selanjutnya diganti oleh putrannya Sultan Muhammad Siradjuddin yang memperbaharui konrak tersebut pada sekitar tahun 1905. Sejarah juga menyebutkan bahwa Sultan pertama di Dompu setelah adanya likuidasi pergantian pemerintahan dari sistim Kerajaan menjadi Kesultanan yakni Sultan Syamsuddin I. Dan beliaulah merupakan pemimpin atau Raja yang pertamakali memeluk agama Islam begitu sistim pemerintahaannya berubah menjadi Kesultanan. Tahun 1958 Kesultanan dompu yang saat itu dipimpin oleh Sultan dompu terakhir yakni Sultan Muhammad Tajul Arifin (Ruma To,i), sistim pemerintahan di Dompu dirubah menjadi suatu daerah swapraja Dompu dan Kepala daerah Swatantra tingkat II Dompu tahun 1958-1960.
Kerajaan Sanggar.
Sanggar merupakan kerajaan kecil yang terletak disebelah barat laut Dompu disebelah timur kaki gunung tambora. Pada tahun 1805 raja sanggar meninggal dan digantikan oleh saudaranya yakni Ismail ali Lujang. Pada abad ke-XIX,sebelum tambora meletus dengan dahsyatnya, penduduk saat itu berjumlah skitar dua ribu orang pada tahun 1808 dan meningkat menjadi dua ribu dua ratus orang pada tahun 1815.
Ketika Tambora meletus pada bulan april 1815 sebagian besar penduduknya meninggal,dan tinggal dua ratus orang saja dan karena diserang leh perampok pada tahun 1818 mereka melarikan diri ke Banggo di Kerajaan Dompu,dan sebagaian ke Gembe Bima. Dengan bantuan gubernurmen pada tahun 1830 mereka akhirnya kembali ke sanggar. Gubernurmen memberikan bantuan beberapa senapan dan amunisi untuk menjaga diri dari srangan musuh. Pada tahun 1837 penduduk Sanggar masih berjumlah sekitar tiga ratus tiga orang dan pada tahun 1847 meningkat menjadi tiga ratus lima puluh orang atau jiwa. Rumah raja dibuat oleh rakyatnya sendiri dengan bahan dari kayu pilihan secara gotong – royong. Raja dan para pembesar kerajaan saat itu tidak di gaji tetapi tanah-tanah mereka dikerjakan oleh rakyatnya. Pada awal abad ke- XX atau sejak Belanda menguasai pulau sumbawa secara langsung,Kerajaan Sanggar di hapus serta digabungkan dengan kekuasaan Kesultanan Bima hingga sekarang ini.
Kerajaan Tambora.
Kerajaan Tambora yang teretak pada suatu jazirah yang pada ketiga penjuru dibatasi oleh laut. Disebelah timur berbatasan dengan Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Dompu dengan luas areal wilayah 459 pal persegi. Seluruh kerajaan berada disekitar kaki gunung Tambora (Gunung Arun). Sebelum Tambora meletus,air sudah sangat kurang dan untuk mendapatkan air minum penduduk saat itu menggali sumur di sekitar pantai. Rakyat tambora hidup dari berladang atau bercocok tanam serta beternak dan meramu.
Ladang-ladang cukup dilembabpi oleh embun dan karena itu mereka bertanam pada sekitar bulan agustus dan panen pada bulan desember. Kekayaan yang utama adalah ternak kuda dan hasil kayu hutan . setengah dari hasil Gubernemen dan setengah dari kuda-kuda tersebut dikirim ke Kerajaan Bima pada tahun 1806 dan tahun 1807 berasal dari Tambora. Menurut Tobias,pada tahun 1808 Kerajaan Tambora berpenduduk sekitar empat ribu iwa dan pada tahun 1815 atau setelah tambora meletus penduduk kerajaan tambora sebagian habis tewas sebanyak tiga puluh ribu jiwa lebih. Dan pada tahun 1816 sisa penduduk yang masih hidup akhirnya meninggal semua karena diterjang banjir bandang dan banjir lahar,selanjutnya bekas Kerajaan tambora yang sudah habis ditelan ganasnya alam tersebut digabungkan dengan wilayah Kesultanan Dompu hingga sekarang ini. Bekas Kerajaan tambora kini masuk dalam wilayah Kecamatan Pekat Dompu.
Kerajaan Papekat (Pekat).
Dimasa pemerintahan kabupaten Dompu,nama Pekat saat ini merupakan nama sebuah desa yang terletak di wilayah kecamatan Pekat – Calabay Dompu (Nama Ibu Kota Kecamatan Pekat) Konon nama Pekat berasal dari kata “Pepekat”.
Kerajaan kecil ini tidak banyak meninggalkan atau menyimpan bukti-bukti untuk mendukung keberadaan kerajaan tersebut tempo dulu bahkan hampir dikatakan tidak ada sama sekali,hanya nama Pekat kini merupakan nama sebuah desa di kawasan lereng gunung Tambora. Catatan sejarah menyebutkan,meskipun suatu kerajaan kecil tetapi Pekat saat itu teraus diijinkan berdiri oleh pemerintah penjanjah VOC terutama untuk membendung pengaruh dari Kerajaan Makassar ang sewaktu-waktu dapat membentuk kekuatan di situ. Maka dengan Pekat pihak VOC mengikat terus persahabatan yang baik sekali, tetapi akibat gunung Tambora meletus,akhirnya penduduk di Kerajaan Pekat musnah seluruhnya kemudian bekas kerajaan Pekat digabung kan dengan wilayah kekuasaan Kerajaan dompu hingga sekarang ini.
Gunung Tambora Meletus pada tanggal 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu letusan Tambora yang paling dahsyat yakni letusan pada tanggal 11 April 1815 yang mengakibatkan beberapa Kerajaan kecil yang terletak di sekitar Tambora menjadi sasaran empuk musibah tersebut sehingga 3 Kerajaan kecil tersebut musnah. Pralaya (Malapetaka) tersebut tampaknya di satu sisi berdampak positif bagi berkembangan Kerajaan Dompu, sebab setelah sekian tahun lamanya dalam perkembangan selanjutnya wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu bertambah luas wilayahnya karena bekas wilayah 3 Kerajaan kecil pernah musnah akibat letusan Tambora tersebut akhirnya masuk kedalam wilayah Kerajaan (Kesultanan) Dompu hingga sekarang ini. Dengan bertambahnya wilayah Kesultanan Dompu tersebut (Pekat,Tambora dan sebagian wilayah Kerajaan Sanggar) maka moment tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi DOMPU BOU (Dompu Baru), yakni pergantian antara Dompu Lama dan Dompu Baru. Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya. 11 April 1815 Tambora meletus dengan dahsyatnya, akibat letusan Tambora wilayah Dompu dikemudian hari bertambah luasnya meliputi bekas Kerajaan Pekat, Kerajaan Tambora. DOMPU YANG BARU pun akhirnya lahir. Oleh ahli sejarah Prof.DR.Helyus Syamsuddin.PHd, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan patokan dan dasar yang kuat sehingga 11 April dijadikan sebagai hari lahir atau hari jadi DOMPU. Selanjutnya melalui Peraturan Daerah (Perda) No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004 ditetapkan bahwa tanggal 11 April 1815 sebagai hari lahir/hari jadi Dompu. (*).
Sumber :
http://www.dompukab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=50:menyusuri-jejak--jejak-sejarah-dompu&catid=27:sejarah&Itemid=27
Newmont Bantu Pemda Sumbawa Rp 4,8 M
PT Newmont Nusa Tenggara menyerahkan dana hibah kepada Pemkab Sumbawa sebesar Rp4,8 miliar untuk pembangunan daerah Sumbawa.
Manager Senior Hubungan Eksternal PTNNT, Arif Perdanakusumah mengatakan penyerahan dana bantuan proyek kepada Pembangunan Sumbawa dan bertepatan pada peringatan HUT Kabupaten Sumbawa ke-51. Adapun penyerahan dana Rp4,8 miliar tersebut telah diserahkan hari ini kepada Pemkab Sumbawa, Jumat (22/1) ini di Sumbawa Besar.
”Alhamdulillah proyek-proyek ini bisa diselesaikan tepat waktu berkat kerjasama yang baik antara PTNNT dan Pemkab Sumbawa,” kata Arif Perdanakusumah melalui siaran pers yang diterima INILAH.COM, Jumat
(22/1).
Katanya lagi, adapun dana tersebut akan dipakai untuk renovasi total gedung Perusahaan Daerah Kabupaten Sumbawa, pembangunan Puskesmas Kecamatan Moyo Utara dan Kecamatan Ropang, pembangunan rumah dinas
dokter dan pagar keliling untuk kedua puskesmas tersebut.
Proyek renovasi total gedung Perusda terdiri dari pembangunan gedung utama, tempat cuci mobil, perbengkelan, gedung percetakan dan ruang peralatan perbengkelan. Pembangunan Puskesmas Kecamatan Moyo Utara dan Kecamatan Ropang. Untuk rumah dinas dokter sebanyak dua buah di Puskemas Kecamatan MoyoUtara dan Puskesmas Ropang, serta pemagaran keliling kedua puskesmas.
Sedangkan satu proyek lagi renovasi total blok tengah Pasar Seketeng, Sumbawa Besar senilai Rp1 miliar masih dalam proses pengerjaan. ”Kalau tidak ada halangan insya Allah pada April 2010 proyek ini juga bisa diselesaikan,” jelas Arif.
”Kami mengharapkan fasilitas ini nantinya dapat dimanfaatkan dan dipelihara dengan baik sehingga bisa memberikan manfaat kepada masyarakat Sumbawa khususnya dalam waktu relatif lama,” harap Arif.
Arif menambahkan, proyek-proyek ini dikerjakan oleh kontraktor lokal Sumbawa dengan kualitas bangunannya disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan total biaya sekitar Rp2,3 miliar. Sedangkan tahun 2008 lalu, PTNNT bersama Pemda Sumbawa telah membangun Puskesmas Moyo Utara dan Ropang senilai Rp2,5 miliar. [cms]
Sumber :
Makarius Paru
http://inilah.com/news/read/ekonomi/2010/01/22/299591/newmont-bantu-pemda-sumbawa-rp48-m/
22 januari 2010
Manager Senior Hubungan Eksternal PTNNT, Arif Perdanakusumah mengatakan penyerahan dana bantuan proyek kepada Pembangunan Sumbawa dan bertepatan pada peringatan HUT Kabupaten Sumbawa ke-51. Adapun penyerahan dana Rp4,8 miliar tersebut telah diserahkan hari ini kepada Pemkab Sumbawa, Jumat (22/1) ini di Sumbawa Besar.
”Alhamdulillah proyek-proyek ini bisa diselesaikan tepat waktu berkat kerjasama yang baik antara PTNNT dan Pemkab Sumbawa,” kata Arif Perdanakusumah melalui siaran pers yang diterima INILAH.COM, Jumat
(22/1).
Katanya lagi, adapun dana tersebut akan dipakai untuk renovasi total gedung Perusahaan Daerah Kabupaten Sumbawa, pembangunan Puskesmas Kecamatan Moyo Utara dan Kecamatan Ropang, pembangunan rumah dinas
dokter dan pagar keliling untuk kedua puskesmas tersebut.
Proyek renovasi total gedung Perusda terdiri dari pembangunan gedung utama, tempat cuci mobil, perbengkelan, gedung percetakan dan ruang peralatan perbengkelan. Pembangunan Puskesmas Kecamatan Moyo Utara dan Kecamatan Ropang. Untuk rumah dinas dokter sebanyak dua buah di Puskemas Kecamatan MoyoUtara dan Puskesmas Ropang, serta pemagaran keliling kedua puskesmas.
Sedangkan satu proyek lagi renovasi total blok tengah Pasar Seketeng, Sumbawa Besar senilai Rp1 miliar masih dalam proses pengerjaan. ”Kalau tidak ada halangan insya Allah pada April 2010 proyek ini juga bisa diselesaikan,” jelas Arif.
”Kami mengharapkan fasilitas ini nantinya dapat dimanfaatkan dan dipelihara dengan baik sehingga bisa memberikan manfaat kepada masyarakat Sumbawa khususnya dalam waktu relatif lama,” harap Arif.
Arif menambahkan, proyek-proyek ini dikerjakan oleh kontraktor lokal Sumbawa dengan kualitas bangunannya disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan total biaya sekitar Rp2,3 miliar. Sedangkan tahun 2008 lalu, PTNNT bersama Pemda Sumbawa telah membangun Puskesmas Moyo Utara dan Ropang senilai Rp2,5 miliar. [cms]
Sumber :
Makarius Paru
http://inilah.com/news/read/ekonomi/2010/01/22/299591/newmont-bantu-pemda-sumbawa-rp48-m/
22 januari 2010
Sumbawa Panjang dan Menarik
Ada dua peristiwa yang tercatat dalam sejarah Pulau Sumbawa di mata dunia. Pertama, meletusnya Gunung Tambora 11—14 April 1815, dan yang kedua alm. Putri Diana pernah berlibur disana.
Letusan Gunung Tambora yang sangat dahsyat tahun 1815 menyebabkan kawasan ini menjadi lokasi penting bagi pengembangan pengetahuan. Seperti vulkanologi, geologi, dan keanekaragaman hayati dan sudah barang tentu memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Kedua, Putri Diana semasa hidupnya pernah berlibur di Pulau Moyo yang terletak di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebelumnya, pulau yang terletak 15 kilometer dari tepi utara Pulau Sumbawa dan memiliki areal seluas 31.500 hektar itu hanya dikenal oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia sebagai Taman Buru.
Pulau Sumbawa yang terletak di sebelah barat laut Sumba termasuk bagian dari deretan pegunungan vulkanik Nusa Tenggara. Pulaunya memanjang dari barat ke timur sepanjang 450 km dan lebarnya lebih kurang 45 km. Masuk dalam subwilayah Wallace tetapi secara umum menunjukkan keunikan karena adanya peralihan kehidupan Oriental dengan Australia (FAO, 1981).
Selain itu terdapat banyak teluk besar di bagian tengah dan timur, seperti Teluk Saleh, Dompu, Bima dan Woworanda. Sebelah utara Teluk Saleh terdapat Semenanjung Sanggar yang panjangnya 75 km dan lebar 30 km. Di bagian tengahnya antara Kapubaten Bima dan Kabupaten Dompu terdapat Gunung Tambora. Saat gunung ini meletus tahun 1815, entah berapa jiwa manusia, desa dan sawah binasa tertimbun abu. Waktu kejadian ini dikenal orang Sumbawa dengan ”saman ujan au” (zaman hujan abu) dan kelaparan merajalela.
Kota-kota besar yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat dihubungkan dengan jalan raya antara Labuhan Alas – Sape (ujung timur ke barat). Jalannya mulus dan berlika-liku, di sisi jalan terhampar laut biru. Sayangnya jalan yang mulus tersebut tidak lebar, sehingga perlu ekstra hati-hati bila berpapasan dengan kendaraan lain dari depan.
Pemandangannya dapat dikatakan cukup menarik, gersang dengan dominasi panorama laut, sangat berbeda dari pemandangan di Indonesia Barat. Bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara yang datang dari belahan barat, pemandangan ini jelas mengasyikkan.
Objek Wisata
Selama ini Sumbawa dikenal wisatawan asing memiliki dua kerajaan. Pertama, di Sumbawa Besar yang bekas istananya masih ada dan telah berusia sekitar 115 tahunan, di kediaman Sultan terdahulu semuanya terbuat dari kayu tahun 1815 dan disebut Dalem Loka. Sultan Muhammad Kaharuddin III (1931-1958), merupakan sultan terakhir dari dinasti Amasa Bantan Dewa Dalam Bawa, menurut Lulu Manca, dalam bukunya yang berjudul Sumbawa pada Masa Lalu. Bangunan yang ditunjang tiang-tiang dengan gaya tradisional dihiasi pahatan-pahatan yang tidak lazim. Saat ini bangunan tersebut sudah direnovasi, tapi bentuknya tidak berubah.
Kedua, istana yang terdapat di Bima yang menyimpan koleksi yang luar biasa indahnya, seperti mahkota kerajaan, keris-keris dengan emas bertakhtakan permata ditambah gagangnya yang terbuat dari gading.
Publik dapat melihat koleksi tersebut, tetapi harus menghubungi pemda setempat terlebih dahulu. Sultan yang terakhir, Muhammad Salahuddin (1915-1951), menurut Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin dalam buku Bo’ Sangaji Jai, Catatan Kerajaan Bima Tidak jauh dari Bima. Yang tak kalah menariknya adalah Dantara, kubur dari sultan pertama yang memeluk Islam, berada di desa Tolobali.
Selain itu danau Taliwang yang berada di Sumbawa Barat juga menarik untuk dikunjungi ditambah makanan yang khas, seperti ayam taliwang yang rasanya pedas dan mantap rasanya. Lalu ada tenunan tradisional Sumbawa mempunyai corak dan warna juga khas.
Mungkin yang perlu digali, diteliti dan dikembangkan sebagai kawasan wisata adalah kawasan hutan dan pegunungan yang menyimpan berbagai kekayaan. Sumbawa sendiri memiliki beberapa kawasan konservasi yang dapat menarik para wisatawan, antara lain Gunung Tambora Selatan, Tanah Pedauh, Pulau Moyo, dan Puncak Ngenges yang letaknya di barat laut Sumbawa yang memiliki hutan hujan dataran rendah hingga pegunungan, termasuk hutan musim dataran rendah. Di samping itu ada wisata alam Madaparama, Air Terjun Ntu’da, situs Doro Bata, dan Selalu Legini yang juga memiliki habitat dari pantai hingga hujan pegunungan. Belum lagi kawasan konservasi lainnya yang pernah diusulkan dalam National Conservation Plan (UNDP/FAO, 1982).
Selain itu, potensi wisata seperti pantai, tempat sejarah, dan wisata alam yang tersebar di Sumba, seperti Pantai Lakey dengan pasir putihnya atau Pantai Hu’u dengan gulungan ombaknya yang bisa buat surfing. Pulau Satonda, daratan yang memiliki luas 472 hektare, juga salah satu objek yang memiliki daya tarik khusus. Konon di pulau ini, ketika Gunung Tambora meletus dan mengakibatkan badai Tsunami, air laut masuk dan membentuk danau seluas 400 hektar, mendekati luas seluruh pulau. Karena berasal dari laut, air danau terasa asin bahkan melebihi tingkat keasinan air laut.
Sementara di sekitar danau terdapat pohon-pohon langka, yang oleh penduduk setempat diberi nama Kalibuddha. Nama ini merujuk pada pohon di mana Sang Buddha pernah bertapa. Pada pohon tersebut orang kerap menggantungkan batu sebagai wujud permohonan. Oleh pemerintah setempat pulau itu sengaja dikosongkan untuk menjaga kelestarian alamnya.
Sayangnya saat ini hutannya mengalami degradasi akibat penebangan, dan pencurian kayu, juga karena kebiasaan warga yang membakar semak belukar beberapa bulan menjelang musim hujan. Hal ini menyebabkan kerusakan alam yang mempengaruhi perubahan cuaca pada hampir semua desa yang berdekatan dengan hutan. Degradasi lingkungan hutan Kabupaten Sumbawa membuat akan hilangnya keanekaragaman hayati endemik di Sumbawa. Sayang kan!!! (tomie dono/BirdLife Indonesia)
Sumber :
http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/0807/wis01.html
Letusan Gunung Tambora yang sangat dahsyat tahun 1815 menyebabkan kawasan ini menjadi lokasi penting bagi pengembangan pengetahuan. Seperti vulkanologi, geologi, dan keanekaragaman hayati dan sudah barang tentu memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Kedua, Putri Diana semasa hidupnya pernah berlibur di Pulau Moyo yang terletak di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebelumnya, pulau yang terletak 15 kilometer dari tepi utara Pulau Sumbawa dan memiliki areal seluas 31.500 hektar itu hanya dikenal oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia sebagai Taman Buru.
Pulau Sumbawa yang terletak di sebelah barat laut Sumba termasuk bagian dari deretan pegunungan vulkanik Nusa Tenggara. Pulaunya memanjang dari barat ke timur sepanjang 450 km dan lebarnya lebih kurang 45 km. Masuk dalam subwilayah Wallace tetapi secara umum menunjukkan keunikan karena adanya peralihan kehidupan Oriental dengan Australia (FAO, 1981).
Selain itu terdapat banyak teluk besar di bagian tengah dan timur, seperti Teluk Saleh, Dompu, Bima dan Woworanda. Sebelah utara Teluk Saleh terdapat Semenanjung Sanggar yang panjangnya 75 km dan lebar 30 km. Di bagian tengahnya antara Kapubaten Bima dan Kabupaten Dompu terdapat Gunung Tambora. Saat gunung ini meletus tahun 1815, entah berapa jiwa manusia, desa dan sawah binasa tertimbun abu. Waktu kejadian ini dikenal orang Sumbawa dengan ”saman ujan au” (zaman hujan abu) dan kelaparan merajalela.
Kota-kota besar yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat dihubungkan dengan jalan raya antara Labuhan Alas – Sape (ujung timur ke barat). Jalannya mulus dan berlika-liku, di sisi jalan terhampar laut biru. Sayangnya jalan yang mulus tersebut tidak lebar, sehingga perlu ekstra hati-hati bila berpapasan dengan kendaraan lain dari depan.
Pemandangannya dapat dikatakan cukup menarik, gersang dengan dominasi panorama laut, sangat berbeda dari pemandangan di Indonesia Barat. Bagi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara yang datang dari belahan barat, pemandangan ini jelas mengasyikkan.
Objek Wisata
Selama ini Sumbawa dikenal wisatawan asing memiliki dua kerajaan. Pertama, di Sumbawa Besar yang bekas istananya masih ada dan telah berusia sekitar 115 tahunan, di kediaman Sultan terdahulu semuanya terbuat dari kayu tahun 1815 dan disebut Dalem Loka. Sultan Muhammad Kaharuddin III (1931-1958), merupakan sultan terakhir dari dinasti Amasa Bantan Dewa Dalam Bawa, menurut Lulu Manca, dalam bukunya yang berjudul Sumbawa pada Masa Lalu. Bangunan yang ditunjang tiang-tiang dengan gaya tradisional dihiasi pahatan-pahatan yang tidak lazim. Saat ini bangunan tersebut sudah direnovasi, tapi bentuknya tidak berubah.
Kedua, istana yang terdapat di Bima yang menyimpan koleksi yang luar biasa indahnya, seperti mahkota kerajaan, keris-keris dengan emas bertakhtakan permata ditambah gagangnya yang terbuat dari gading.
Publik dapat melihat koleksi tersebut, tetapi harus menghubungi pemda setempat terlebih dahulu. Sultan yang terakhir, Muhammad Salahuddin (1915-1951), menurut Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin dalam buku Bo’ Sangaji Jai, Catatan Kerajaan Bima Tidak jauh dari Bima. Yang tak kalah menariknya adalah Dantara, kubur dari sultan pertama yang memeluk Islam, berada di desa Tolobali.
Selain itu danau Taliwang yang berada di Sumbawa Barat juga menarik untuk dikunjungi ditambah makanan yang khas, seperti ayam taliwang yang rasanya pedas dan mantap rasanya. Lalu ada tenunan tradisional Sumbawa mempunyai corak dan warna juga khas.
Mungkin yang perlu digali, diteliti dan dikembangkan sebagai kawasan wisata adalah kawasan hutan dan pegunungan yang menyimpan berbagai kekayaan. Sumbawa sendiri memiliki beberapa kawasan konservasi yang dapat menarik para wisatawan, antara lain Gunung Tambora Selatan, Tanah Pedauh, Pulau Moyo, dan Puncak Ngenges yang letaknya di barat laut Sumbawa yang memiliki hutan hujan dataran rendah hingga pegunungan, termasuk hutan musim dataran rendah. Di samping itu ada wisata alam Madaparama, Air Terjun Ntu’da, situs Doro Bata, dan Selalu Legini yang juga memiliki habitat dari pantai hingga hujan pegunungan. Belum lagi kawasan konservasi lainnya yang pernah diusulkan dalam National Conservation Plan (UNDP/FAO, 1982).
Selain itu, potensi wisata seperti pantai, tempat sejarah, dan wisata alam yang tersebar di Sumba, seperti Pantai Lakey dengan pasir putihnya atau Pantai Hu’u dengan gulungan ombaknya yang bisa buat surfing. Pulau Satonda, daratan yang memiliki luas 472 hektare, juga salah satu objek yang memiliki daya tarik khusus. Konon di pulau ini, ketika Gunung Tambora meletus dan mengakibatkan badai Tsunami, air laut masuk dan membentuk danau seluas 400 hektar, mendekati luas seluruh pulau. Karena berasal dari laut, air danau terasa asin bahkan melebihi tingkat keasinan air laut.
Sementara di sekitar danau terdapat pohon-pohon langka, yang oleh penduduk setempat diberi nama Kalibuddha. Nama ini merujuk pada pohon di mana Sang Buddha pernah bertapa. Pada pohon tersebut orang kerap menggantungkan batu sebagai wujud permohonan. Oleh pemerintah setempat pulau itu sengaja dikosongkan untuk menjaga kelestarian alamnya.
Sayangnya saat ini hutannya mengalami degradasi akibat penebangan, dan pencurian kayu, juga karena kebiasaan warga yang membakar semak belukar beberapa bulan menjelang musim hujan. Hal ini menyebabkan kerusakan alam yang mempengaruhi perubahan cuaca pada hampir semua desa yang berdekatan dengan hutan. Degradasi lingkungan hutan Kabupaten Sumbawa membuat akan hilangnya keanekaragaman hayati endemik di Sumbawa. Sayang kan!!! (tomie dono/BirdLife Indonesia)
Sumber :
http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/0807/wis01.html
Kebijakan Bumi Sejuta Sapi
Bumi Sejuta Sapi (BSS) adalah wilayah pengembangan peternakan sapi di NTB di mana telah tercapai populasi optimal sesuai dengan daya dukung wilayah (carrying capacity). Kata sejuta tidak berarti angka mutlak, tetapi merupakan visi yang mengandung semangat untuk mempercepat tercapainya populasi optimal melalui program terobosan NTB BSS. Jenis sapi yang dikembangkan terutama adalah sapi Bali disamping jenis sapi lainnya seperti Hissar, Simental, Limousin, Brangus, Frisien Holstein, Brahman, dan sapi-sapi hasil persilangan berbagai jenis tersebut.
Program NTB BSS adalah program percepatan (akselerasi) pengembangan peternakan sapi dengan lebih mengutamakan pemberdayaan sumberdaya lokal dengan tujuan agar sesegera mungkin dapat tercapai populasi optimal sesuai dengan daya dukung wilayah sehingga peternakan sapi di NTB dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan masyarakat pedesaan, memenuhi kebutuhan daging nasional, memenuhi permintaan bibit sapi bagi daerah-daerah lain, dan memenuhi kebutuhan konsumsi daging dalam daerah. Dengan demikian, secara tidak langsung peternakan sapi diharapkan dapat menjadi lokomotif penggerak atau pengungkit sektor ekonomi lainnya dalam rangka meningkatkan perekonomian, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat.
Isu strategis dalam NTB BSS dikonsentrasikan pada 7 (tujuh) permasalahan yang paling penting dalam pengembangan sapi di NTB, yaitu :
1) Populasi, produksi, dan produktivitas ternak sapi belum optimal;
2) Tata ruang padang penggembalaan belum ada sehingga pemanfaatannya belum optimal;
3) Pemanfaatan teknologi pakan, lahan berbasis pakan, dan limbah pertanian/industri belum optimal;
4) Penyediaan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) masih terbatas;
5) Pengembangan SDM dan kelembagaan belum efektif dan efisien;
6) Sarana dan prasarana untuk pengembangan peternakan sapi belum memadai;
7) Investasi dalam bidang peternakan masih sangat terbatas.
Dalam upaya peningkatan populasi, produksi, dan produktivitas sapi ditetapkan empat kebijakan pokok, yaitu:
1) 3S (Satu induk–Satu anak–Satu tahun): tujuan kebijakan ini untuk mengoptimalkan produktivitas induk sapi, sehingga meningkatkan jumlah kelahiran pedet;
2) Pengendalian pengeluaran sapi bibit betina: kebijakan ini berupa pembatasan pengeluaran sapi bibit betina selama tiga tahun pertama program NTB BSS (2009-2011), yang semula sekitar 13.000 ekor menjadi 8.500 ekor per tahun. Dengan pembatasan pengeluaran sapi bibit betina selama periode tertentu maka jumlah induk pada periode berikutnya akan meningkat;
3) Pengendalian pemotongan betina produktif: kebijakan ini berupa upaya pengurangan persentase pemotongan betina produktif terhadap jumlah pemotongan tercatat, dari 20% pada Tahun 2009 menjadi 10% pada Tahun 2013 dan 5% pada Tahun 2018. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan jumlah induk produktif;
4) Pengendalian penyakit pedet: kebijakan ini berupa upaya pengurangan jumlah kematian pedet yang diakibatkan oleh parasit dengan memberikan obat cacing gratis untuk pedet umur 1 sampai 6 bulan. Kebijakan ini penting karena hampir 70% kematian pedet diakibatkan oleh parasit;
Tata ruang padang penggembalaan di wilayah Pulau Sumbawa perlu diatur sehingga pemanfaatannya menjadi optimal. Selama ini pemanfaatan padang penggembalaan bersifat turun-temurun, tanpa melibatkan campur tangan pemerintah untuk perbaikan ataupun perlindungannya. Oleh karena, itu dalam upaya membuat tata ruang padang penggembalaan ternak diperlukan kebijakan:
1) MOU Gubernur dengan Bupati se-Pulau Sumbawa: dengan MOU ini dapat dibuat regulasi tata ruang dan pemanfaatan lahan-lahan yang memungkinkan untuk dijadikan padang penggembalaan;
2) Penerbitan sertifikat lahan untuk padang penggembalaan (Lar bahasa Sumbawa, So bahasa Bima).
Pakan ternak merupakan faktor pembatas dalam pengembangan peternakan sapi. Sementara ini pakan ternak ruminansia, terutama sapi, berasal dari padang penggembalaan, sebagian wilayah hutan, rumput alam pada lahan-lahan yang tidak digunakan untuk pertanian, dan limbah/hasil sisa produksi pertanian dan industri. Lahan-lahan sumber pakan tersebut ke depan cenderung semakin sempit sehingga ketersedian pakan ternak akan berkurang. Oleh karena itu, introduksi teknologi pakan ternak sangat diperlukan sehingga mengurangi ketergantungan ketersediaan lahan untuk pengembangan ternak sapi. Dalam hal ini diperlukan kebijakan:
1) Regulasi integrasi antar sub sektor dan lintas sektor: kebijakan ini penting karena terkait dengan pemanfaatan lahan perkebunan, kehutanan, dan pertanian tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak. Selain itu perlu bekerja sama dengan sector lain, misalnya dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta Dinas Koperasi dan UKM dalam pembangunan pabrik pakan ternak;
2) Pembangunan pabrik pakan ternak ruminansia: untuk sementara pabrik pakan ternak dibangun di wilayah Pulau Lombok terutama untuk memenuhi kebutuhan pakan sapi penggemukan.
Peningkatan kapasitas SDM petugas dinas, penyuluh, dan peternak, serta penguatan kelembagaan peternakan sapi baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat dibutuhkan dalam program NTB BSS. Kebijakan-kebijakan penting yang diperlukan dalam hal ini adalah:
1) Revitalisasi penyuluhan peternakan: kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja penyuluh;
2) Pengembangan kelompok tani-ternak: kebijakan ini bertujuan agar kelompok tani-ternak menjadi lembaga pemberdayaan dengan manajemen modern, bukan hanya sekedar untuk mengatasi pencurian ternak;
3) Pengembangan institusi pendukung: kebijakan ini bertujuan agar institusi-institusi pendukung program NTB BSS, seperti Lembaga Perkreditan, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Lembaga Penyuluhan, Puskeswan, Pasar Hewan, dan sebagainya dapat berfungsi optimal.
Sumber :
Blue Print NTB BUMI SEJUTA SAPI Pemerintah Provinsi NTB 2009
http://www.sumbawanews.com/berita/bisnis/kebijakan-bumi-sejuta-sapi.html
16 Desember 2009
Program NTB BSS adalah program percepatan (akselerasi) pengembangan peternakan sapi dengan lebih mengutamakan pemberdayaan sumberdaya lokal dengan tujuan agar sesegera mungkin dapat tercapai populasi optimal sesuai dengan daya dukung wilayah sehingga peternakan sapi di NTB dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan masyarakat pedesaan, memenuhi kebutuhan daging nasional, memenuhi permintaan bibit sapi bagi daerah-daerah lain, dan memenuhi kebutuhan konsumsi daging dalam daerah. Dengan demikian, secara tidak langsung peternakan sapi diharapkan dapat menjadi lokomotif penggerak atau pengungkit sektor ekonomi lainnya dalam rangka meningkatkan perekonomian, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat.
Isu strategis dalam NTB BSS dikonsentrasikan pada 7 (tujuh) permasalahan yang paling penting dalam pengembangan sapi di NTB, yaitu :
1) Populasi, produksi, dan produktivitas ternak sapi belum optimal;
2) Tata ruang padang penggembalaan belum ada sehingga pemanfaatannya belum optimal;
3) Pemanfaatan teknologi pakan, lahan berbasis pakan, dan limbah pertanian/industri belum optimal;
4) Penyediaan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) masih terbatas;
5) Pengembangan SDM dan kelembagaan belum efektif dan efisien;
6) Sarana dan prasarana untuk pengembangan peternakan sapi belum memadai;
7) Investasi dalam bidang peternakan masih sangat terbatas.
Dalam upaya peningkatan populasi, produksi, dan produktivitas sapi ditetapkan empat kebijakan pokok, yaitu:
1) 3S (Satu induk–Satu anak–Satu tahun): tujuan kebijakan ini untuk mengoptimalkan produktivitas induk sapi, sehingga meningkatkan jumlah kelahiran pedet;
2) Pengendalian pengeluaran sapi bibit betina: kebijakan ini berupa pembatasan pengeluaran sapi bibit betina selama tiga tahun pertama program NTB BSS (2009-2011), yang semula sekitar 13.000 ekor menjadi 8.500 ekor per tahun. Dengan pembatasan pengeluaran sapi bibit betina selama periode tertentu maka jumlah induk pada periode berikutnya akan meningkat;
3) Pengendalian pemotongan betina produktif: kebijakan ini berupa upaya pengurangan persentase pemotongan betina produktif terhadap jumlah pemotongan tercatat, dari 20% pada Tahun 2009 menjadi 10% pada Tahun 2013 dan 5% pada Tahun 2018. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan jumlah induk produktif;
4) Pengendalian penyakit pedet: kebijakan ini berupa upaya pengurangan jumlah kematian pedet yang diakibatkan oleh parasit dengan memberikan obat cacing gratis untuk pedet umur 1 sampai 6 bulan. Kebijakan ini penting karena hampir 70% kematian pedet diakibatkan oleh parasit;
Tata ruang padang penggembalaan di wilayah Pulau Sumbawa perlu diatur sehingga pemanfaatannya menjadi optimal. Selama ini pemanfaatan padang penggembalaan bersifat turun-temurun, tanpa melibatkan campur tangan pemerintah untuk perbaikan ataupun perlindungannya. Oleh karena, itu dalam upaya membuat tata ruang padang penggembalaan ternak diperlukan kebijakan:
1) MOU Gubernur dengan Bupati se-Pulau Sumbawa: dengan MOU ini dapat dibuat regulasi tata ruang dan pemanfaatan lahan-lahan yang memungkinkan untuk dijadikan padang penggembalaan;
2) Penerbitan sertifikat lahan untuk padang penggembalaan (Lar bahasa Sumbawa, So bahasa Bima).
Pakan ternak merupakan faktor pembatas dalam pengembangan peternakan sapi. Sementara ini pakan ternak ruminansia, terutama sapi, berasal dari padang penggembalaan, sebagian wilayah hutan, rumput alam pada lahan-lahan yang tidak digunakan untuk pertanian, dan limbah/hasil sisa produksi pertanian dan industri. Lahan-lahan sumber pakan tersebut ke depan cenderung semakin sempit sehingga ketersedian pakan ternak akan berkurang. Oleh karena itu, introduksi teknologi pakan ternak sangat diperlukan sehingga mengurangi ketergantungan ketersediaan lahan untuk pengembangan ternak sapi. Dalam hal ini diperlukan kebijakan:
1) Regulasi integrasi antar sub sektor dan lintas sektor: kebijakan ini penting karena terkait dengan pemanfaatan lahan perkebunan, kehutanan, dan pertanian tanaman pangan sebagai sumber pakan ternak. Selain itu perlu bekerja sama dengan sector lain, misalnya dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta Dinas Koperasi dan UKM dalam pembangunan pabrik pakan ternak;
2) Pembangunan pabrik pakan ternak ruminansia: untuk sementara pabrik pakan ternak dibangun di wilayah Pulau Lombok terutama untuk memenuhi kebutuhan pakan sapi penggemukan.
Peningkatan kapasitas SDM petugas dinas, penyuluh, dan peternak, serta penguatan kelembagaan peternakan sapi baik secara kuantitatif maupun kualitatif sangat dibutuhkan dalam program NTB BSS. Kebijakan-kebijakan penting yang diperlukan dalam hal ini adalah:
1) Revitalisasi penyuluhan peternakan: kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja penyuluh;
2) Pengembangan kelompok tani-ternak: kebijakan ini bertujuan agar kelompok tani-ternak menjadi lembaga pemberdayaan dengan manajemen modern, bukan hanya sekedar untuk mengatasi pencurian ternak;
3) Pengembangan institusi pendukung: kebijakan ini bertujuan agar institusi-institusi pendukung program NTB BSS, seperti Lembaga Perkreditan, Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Lembaga Penyuluhan, Puskeswan, Pasar Hewan, dan sebagainya dapat berfungsi optimal.
Sumber :
Blue Print NTB BUMI SEJUTA SAPI Pemerintah Provinsi NTB 2009
http://www.sumbawanews.com/berita/bisnis/kebijakan-bumi-sejuta-sapi.html
16 Desember 2009
Obyek Wisata Alam Sumbawa
Pantai Saliper Ate
Saliper berarti pelipur/penenang/penyejuk. Ate berarti hati. Sesuai dengan namanya pantai Saliper Ate berarti pantai yang dapat menenangkan/ menyejukan hati pengunjungnya. Terletak sekitar 5 Km kearah barat kota Sumbawa Besar, lokasinya mudah dijangkau dengan transportasi darat ( bemo kota). Sebelum pariwisata berkembang pantai Saliper Ate merupakan satu-satunya tempat rekreasi masyarakat Sumbawa.
Pantai Kencana
Pantai Kencana yang jaraknya sekitar 11 Km dari Kota Sumbawa Besar merupakan pantai yang cukup menawan. Dengan bentuk pantai yang melengkung dan dikedua ujung lengkungannya masing-masing mempunyai rona tersendiri. Terutama dilengkungan bagian kanannya berdiri batu karang berbentuk alami dengan bolongannya yang setiap saat dicium ombak. Disekitar pantai juga tersedia fasilitas-fasilitas wisata berupa cottage dengan bentuk bangunan khas daerah Sumbawa.
Samongkat
Obyek wisata alam pegunungan ini berada pada ketinggian + 450 meter diatas permukaan air laut, jaraknya 17 km dari kota Sumbawa Besar. Jalan yang berbelok-belok dengan pemandangan perbukitan dan lembah-lembah ini dapat ditempuh dengan berbagai kendaraaan.Fasilitas yang tersedia antara lain kolam renang dan shelter.
Pulau Moyo ( Moyo Island)
Terletak Sebelah utara Sumbawa dan di mulut teluk Saleh dengan luas + 30 Ha.Pulau Moyo mempunyai obyek wisata darat dan laut. Hutan tropis pulau Moyo merupakan habitat kawanan rusa, sapi liar, babi hutan dan burung gosong (megapodius) yang dilindungi, juga terdapat air terterjun bertingkat mata jitu. Wisata baharinya menyediakan panorama bawah laut yang indah untuk kegiatan menyelam (Snorkling dan Skuba diving), bahkan mulai dari dermaga pulau moyo sudah dapat dilihat ribuan ikan kecil. Lady Diana dari kerajaan Inggris dan Prince William dari kerajaan Belanda pernah datang berlibur ke Pulau Moyo.
Pantai Ai Manis
Terletak di daratan pulau Moyo yang berpasir putih dan pemandangan bawah laut dengan terumbu karang dan tropikal fish-nya yang menawan serta hutan tropis yang ada disekitarnya menjadikan Ai Manis sangat cocok bagi kegiatan camping, Snorkling, dan sebagainya. Dari Ai manis dapat disaksikan tenggelamnya matahari (Sunset). jalan-jalan di hutan tropis sekitar Ai Manis akan tersaji secara alami flora dan fauna seperti rusa, sapi liar, Babi hutan, burung koakkao, kakatua dan burung gosong yang dilindung. Tidak jauh dari Ai Manis terdapat gua kelelawar. Ai Manis dapat ditempuh lebih kurang 30 menit dengan speed boat dari Ai Bari kecamatan Moyo Hilir.
Liang Petang
Sebuah gua alam yang di dalamnya terdapat batu yang mirip manusia, balai-balai (pantar), alat tenun, dan juga dipenuhi stalagnit dan stalagtit. Letaknya di desa batu Tering kecamayan Moyo Hulu dengan jarak 29 km dari kota Sumbawa Besar. Tidak jauh dari gua ini terdapat pula gua kelelawar (Liang Bukal).
Teluk Saleh (Saleh Bay)
Merupakan gugusan berpasir putih dengan koralnya yang indah dan beranekan ragam ikan hias dengan airnya yang tenang, sangat cocok sebagai tempat berenang, dan menyelam untuk melihat pemandangan bawah laut. Teluk Saleh merupakan perairan yang kaya dengan aneka ikan laut seperti ikan kerapu yang hasilnya telah diekspor ke berbagai negara antara lain Jepang, Hongkong dan Singapura. Dari Teluk Saleh ini tampak jelas Gunung Tambora yang mempunyai kawah (Caldera) terluas di dunia.
Sumber :
http://www.sumbawakab.go.id/index_static.php?top=21&urut=1&ver=
Saliper berarti pelipur/penenang/penyejuk. Ate berarti hati. Sesuai dengan namanya pantai Saliper Ate berarti pantai yang dapat menenangkan/ menyejukan hati pengunjungnya. Terletak sekitar 5 Km kearah barat kota Sumbawa Besar, lokasinya mudah dijangkau dengan transportasi darat ( bemo kota). Sebelum pariwisata berkembang pantai Saliper Ate merupakan satu-satunya tempat rekreasi masyarakat Sumbawa.
Pantai Kencana
Pantai Kencana yang jaraknya sekitar 11 Km dari Kota Sumbawa Besar merupakan pantai yang cukup menawan. Dengan bentuk pantai yang melengkung dan dikedua ujung lengkungannya masing-masing mempunyai rona tersendiri. Terutama dilengkungan bagian kanannya berdiri batu karang berbentuk alami dengan bolongannya yang setiap saat dicium ombak. Disekitar pantai juga tersedia fasilitas-fasilitas wisata berupa cottage dengan bentuk bangunan khas daerah Sumbawa.
Samongkat
Obyek wisata alam pegunungan ini berada pada ketinggian + 450 meter diatas permukaan air laut, jaraknya 17 km dari kota Sumbawa Besar. Jalan yang berbelok-belok dengan pemandangan perbukitan dan lembah-lembah ini dapat ditempuh dengan berbagai kendaraaan.Fasilitas yang tersedia antara lain kolam renang dan shelter.
Pulau Moyo ( Moyo Island)
Terletak Sebelah utara Sumbawa dan di mulut teluk Saleh dengan luas + 30 Ha.Pulau Moyo mempunyai obyek wisata darat dan laut. Hutan tropis pulau Moyo merupakan habitat kawanan rusa, sapi liar, babi hutan dan burung gosong (megapodius) yang dilindungi, juga terdapat air terterjun bertingkat mata jitu. Wisata baharinya menyediakan panorama bawah laut yang indah untuk kegiatan menyelam (Snorkling dan Skuba diving), bahkan mulai dari dermaga pulau moyo sudah dapat dilihat ribuan ikan kecil. Lady Diana dari kerajaan Inggris dan Prince William dari kerajaan Belanda pernah datang berlibur ke Pulau Moyo.
Pantai Ai Manis
Terletak di daratan pulau Moyo yang berpasir putih dan pemandangan bawah laut dengan terumbu karang dan tropikal fish-nya yang menawan serta hutan tropis yang ada disekitarnya menjadikan Ai Manis sangat cocok bagi kegiatan camping, Snorkling, dan sebagainya. Dari Ai manis dapat disaksikan tenggelamnya matahari (Sunset). jalan-jalan di hutan tropis sekitar Ai Manis akan tersaji secara alami flora dan fauna seperti rusa, sapi liar, Babi hutan, burung koakkao, kakatua dan burung gosong yang dilindung. Tidak jauh dari Ai Manis terdapat gua kelelawar. Ai Manis dapat ditempuh lebih kurang 30 menit dengan speed boat dari Ai Bari kecamatan Moyo Hilir.
Liang Petang
Sebuah gua alam yang di dalamnya terdapat batu yang mirip manusia, balai-balai (pantar), alat tenun, dan juga dipenuhi stalagnit dan stalagtit. Letaknya di desa batu Tering kecamayan Moyo Hulu dengan jarak 29 km dari kota Sumbawa Besar. Tidak jauh dari gua ini terdapat pula gua kelelawar (Liang Bukal).
Teluk Saleh (Saleh Bay)
Merupakan gugusan berpasir putih dengan koralnya yang indah dan beranekan ragam ikan hias dengan airnya yang tenang, sangat cocok sebagai tempat berenang, dan menyelam untuk melihat pemandangan bawah laut. Teluk Saleh merupakan perairan yang kaya dengan aneka ikan laut seperti ikan kerapu yang hasilnya telah diekspor ke berbagai negara antara lain Jepang, Hongkong dan Singapura. Dari Teluk Saleh ini tampak jelas Gunung Tambora yang mempunyai kawah (Caldera) terluas di dunia.
Sumber :
http://www.sumbawakab.go.id/index_static.php?top=21&urut=1&ver=
Sejarah Bima
Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami Daerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai. Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Kerajaan Bima dahulu terpecah –pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah yaitu :
1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah
2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan
3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat
4. Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara
5. Ncuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur.
Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu yang menyangkut Profil Kabupaten Bima tahun 2008 2 kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut, yang bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara. Pada masa-masa berikutnya, para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa. Menurut legenda yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima. Cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra yaitu :
1. Darmawangsa
2. Sang Bima
3. Sang Arjuna
4. Sang Kula
5. Sang Dewa.
Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima berlayar ke arah timur dan mendarat disebuah pulau kecil disebelah utara Kecamatan Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yang mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan yakni Kerajaan Bima, dan Sang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bima menjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat, dan saat itu pulalah Hadat Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan sendi-sendi dasar pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali ke Bima pada abad XIV/ XV.
Beberapa perubahan Pemerintahan yang semula berdasarkan Hadat ketika pemerintahan Raja Ma Wa’a Bilmana adalah :
- Istilah Tureli Nggampo diganti dengan istilah Raja Bicara.
- Tahta Kerajaan yang seharusnya diduduki oleh garis lurus keturunan raja sempat diduduki oleh yang bukan garis lurus keturunan raja.
Perubahan yang melanggar Hadat ini terjadi dengan diangkatnya adik kandung Raja Ma Wa’a Bilmana yaitu Manggampo Donggo yang menjabat Raja Bicara untuk menduduki tahta kerajaan. Pada saat pengukuhan Manggampo Donggo sebagai raja dilakukan dengan sumpah bahwa keturunannya tetap sebagai Raja sementara keturunan Raja Ma Wa’a Bilmana sebagai Raja Bicara. Kebijaksanaan ini dilakukan Raja Ma Wa’a Bilmana karena keadaan rakyat pada saat itu sangat memprihatinkan, kemiskinan merajalela, perampokan dimana-mana sehingga rakyat sangat menderita. Keadaan yang memprihatinkan ini hanya bisa di atasi oleh Raja Bicara. Akan tetapi karena berbagai kekacauan tersebut tidak mampu juga diatasi oleh Manggampo Donggo akhirnya tahta kerajaan kembali di ambil alih oleh Raja Ma Wa’a Bilmana. Kira-kira pada awal abad ke XVI Kerajaan Bima mendapat pengaruh Islam dengan raja pertamanya Sultan Abdul Kahir yang penobatannya tanggal 5 Juli tahun 1640 M. Pada masa ini susunan dan penyelenggaraan pemerintahan disesuaikan dengan tata pemerintahan Kerajaan Goa yang memberi pengaruh besar terhadap masuknya Agama Islam di Bima. Gelar Ncuhi diganti menjadi Galarang (Kepala Desa). Struktur Pemerintahan diganti berdasarkan Majelis Hadat yang terdiri atas unsur Hadat, unsur Sara dan Majelis Hukum yang mengemban tugas pelaksanaan hukum Islam. Dalam penyelenggaraan pemerintahan ini Sultan dibantu Oleh : 1. Majelis Tureli ( Dewan Menteri ) yang terdiri dari Tureli Bolo, Woha, Belo, Sakuru, Parado dan Tureli Donggo yang dipimpin oleh Tureli Nggampo/ Raja Bicara. 2. Majelis Hadat yang dikepalai oleh Kepala Hadat yang bergelar Bumi Lumah Rasa NaE dibantu oleh Bumi Lumah Bolo. Majelis Hadat ini beranggotakan 12 orang dan merupakan wakil rakyat yang menggantikan hak Ncuhi untuk mengangkat/ melantik atau memberhentikan Sultan. 3. Majelis Agama dikepalai oleh seorang Qadhi ( Imam Kerajaan ) yang beranggotakan 4 orang Khotib Pusat yang dibantu oleh 17 orang Lebe Na’E.
Seiring dengan perjalanan waktu, Kabupaten Bima juga mengalami perkembangan kearah yang lebih maju. Dengan adanya kewenangan otonomi yang luas dan bertanggungjawab yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam bingkai otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) No. 22 tahun 1999 dan direvisi menjadi UU No. 33 tahun 2004, Kabuapten Bima telah memanfaatakan kewenangan itu dengan Profil Kabupaten Bima tahun 2008 3 terus menggali potensi-potensi daerah baik potensi sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mempercepat pertumbuhan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk memenuhi tuntutan dan meningkatkan pelayanan pada masyarakat, Kabupaten Bima telah mengalami beberapa kali pemekaran wilayah mulai tingkat dusun, desa, kecamatan, dan bahkan dimekarkan menjadi Kota Bima pada tahun 2001. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk memenuhi semakin meningkatkan tuntutan untuk mendekatkan pelayanan pada masyarakat yang terus berkembang dari tahun ke tahun tetapi juga karena adanya daya dukung wilayah. Sejarah telah mencatat bahwa Kabuapten Bima sebelum otonomi daerah hanya terdiri dari 10 kecamatan, kemudian setelah otonomi daerah kecamatan sebagai pusat ibukota Kabupaten Bima dimekarkan menjadi Kota Bima, dan Kabupaten Bima memekarkan beberapa wilayah kecamatannya menjadi 14 kecamatan dan pada tahun 2006 dimekarkan lagi menjadi 18 kecamatan dengan pusat ibukota kabupaten Bima yang baru dipusatkan di Kecamatan Woha. (Bappeda Kab. Bima)
Hubungan Darah Bima-Bugis-Makassar
Arus modernisasi dan demokratisasi disegala bidang kehidupan telah mempengaruhi cara pandang dan cara berpikir seluruh element masyarakat. Hubungan keakrabatan antar etnis dan bahkan hubungan darah sekalipun terpisahkan oleh tembok modernisasi dan demokrasi hari ini. Hubungan keakrabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kurun waktu 1625 – 1819 (194 tahun) pun terputus hingga hari ini. Hubungan kekeluargaan antara dua kesultanan besar dikawasan Timur Indonesia yaitu Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bima terjalin sampai pada turunan yang ke- VII. Hubungan ini merupakan perkawinan silang antara Putra Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin sampai turunan ke- VI. Sedangkan yang ke- VII adalah pernikahan Putri Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa. Berikut urutan pernikahan dari silsilah kedua kerajaan ini :
1. Sultan Abdul Kahir (Sultan Bima I) menikah dengan Daeng Sikontu, Putri Karaeng Kasuarang, yang merupakan adik iparnya Sultan Alauddin pada tahun 1625. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke-II)
2. Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke- II) menikah dengan Karaeng Bonto Je'ne. Adalah adik kandung Sultan Hasanuddin, Gowa pada tanggal 13 April 1646. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) pada tahun 1651.
3. Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) menikah dengan Daeng Ta Memang anaknya Raja Tallo pada tanggal 7 mei 1684. dari pernikahan tersebut melahirkan Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke-IV)
4. Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke IV) menikah dengan Fatimah Karaeng Tanatana yang merupakan putri Karaeng Bessei pada tanggal 8 Agustus 1693. dari pernikan tersebut melahirkan Sultan Hasanuddin (sultan Bima ke- V).
5. Sultan Hasanuddin (Sultan Bima ke- V) menikah dengan Karaeng Bissa Mpole anaknya Karaeng Parang Bone dengan Karaeng Bonto Mate'ne, pada tanggal 12 september 1704. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Alaudin Muhammad Syah pada tahun 1707 (Sultan Bima ke- VI)
6. Sultan Alaudin Muhammad Syah (Sultan Bima ke- VI) menikah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji putrinya sultan Gowa yaitu Sultan Sirajuddin pada tahun 1727. pernikahan ini melahirkan Kumala Bumi Pertiga dan Abdul Kadim yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- VII pada tahun 1747. ketika itu beliau baru berumur 13 tahun. Kumala Bumi Pertiga putrinya Sultan Alauddin Muhammad Syah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji ini kemudian menikah dengan Abdul Kudus Putra Sultan Gowa pada tahun 1747. dan dari pernikahan ini melahirkan Amas Madina Batara Gowa ke-II. Sementara Sultan Abdul Kadim yang lahir pada tahun 1729 dari pernikahan dari pernikahannya melahirkan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Sultan Abdul Hamid (La Hami) dilahirkan pada tahun 1762 kemudian diangkat menjadi sultan Bima tahun 1773.
7. Sultan Abdul Kadim (Sultan Bima ke- VII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- mohon Maaf) melahirkan Sultan Abdul Hamid pada tahun 1762 dan Sultan Abdul Hamid diangkat menjadi Sultan Bima ke- VIII pada tahun 1773.
8. Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan Sultan Ismail pada tahun 1795. ketika sultan Abdul Hamid meninggal dunia pada tahun 1819, pada tahun ini juga Sultan Ismail diangkat menjadi Sultan Bima ke- IX
9. Sultan Ismail (Sultan Bima ke- IX) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan sultan Abdullah pada tahun 1827
10. Sultan Abdullah (Sultan Bima ke- X) menikah dengan Sitti Saleha Bumi Pertiga, putrinya Tureli Belo. Dari pernikahan ini abdul Aziz dan Sultan Ibrahim.
11. Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) dari pernikahannya melahirkan Sultan Salahuddin yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- XII pada tahun 1888 dan memimpin kesultanan hingga tahun 1917.
12. Sultan Salahuddin (Sultan Bima ke- XII) sebagai Sultan Bima terakhir dari pernikahannya melahirkan Abdul Kahir II (Ama Ka'u Kahi) yang biasa dipanggil dengan Putra Kahi dan St Maryam Rahman (Ina Ka'u Mari). Putra Kahir ini kemudian Menikah dengan Putri dari Keturunan Raja Banten (Saudari Kandung Bapak Ekky Syachruddin) dan dari pernikahannya melahirkan Bapak Fery Zulkarnaen
Adalah sangat Ironi memang jika pada hari ini generasi baru dari kedua Kesultanan Besar ini kemudian tidak saling kenal satu sama lain. Bahkan pada zaman kerajaan, pertumbuhan dan perkembangan penduduk Gowa dan Bima merupakan Etnis yang tidak bisa dipisahkan dan bahkan masyarakat Gowa pada umumnya tidak bisa dipisahkan dengan Etnis Bima (Mbojo) sebagai salah satu Etnis terpenting dalam perkembangan kekuatan kerajaan Gowa. Dari catatan sejarah yang dapat dikumpulkan dan dianalisa, hubungan kekeluargaan antara kedua kesultanan tersebut berjalan sampai pada keturunan ke- IX dari masing-masing kesultanan, dan jika dihitung hal ini berjalan selama 194 tahun. Dari data yang berhasil dikumpulkan, dapat disimpulkan bahwa hubungan kesultanan Bima dan Gowa dengan pendekatan kekeluargaan (Darah) terjalin sampai pada tahun 1819. Analisa ini berawal dari pemikiran bahwa ada hubungan darah yang masih dekat antara Amas Madina Batara Gowa Ke- II anaknya Kumala Bumi Pertiga dengan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Karena keduanya masih merupakan saudara sepupu satu kali. Bahkan ada kemungkinan yang lebih lama lagi hubungan ini terjalin. Yaitu ketika Sultan Abdul Hamid meninggal pada tahun 1819 dan pada tahun itu juga langsung digantikan oleh putra mahkotanya yaitu Sultan Ismail sebagai sultan Bima ke- IX. Karena Sultan Ismail ini kalau dilihat keturunannya masih merupakan kemenakan langsungnya Amas Madina Batara Gowa Ke- II, jadi hubungan ini ternyata berjalan kurang lebih 194 tahun.
Pada beberapa catatan yang kami temukan, bahwa pernikahan Salah satu Keturunan Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) masih terjadi dengan keturunan Sultan Gowa. Sebab pada tahun 1900 (pada kepemimpinan Sultan Ibrahim), terjadi acara melamar oleh Kesultanan Bima ke Kesultanan Gowa. Mahar pada lamaran tersebut adalah Tanah Manggarai. Sebab Manggarai dikuasai oleh kesultanan Bima sejak abad 17. Namun, pada catatan sejarah tersebut tidak tercatat secara jelas.(dari berbagai sumber).
Sumber :
http://www.bimakab.go.id/index.php?pilih=hal&id=6
Kerajaan Bima dahulu terpecah –pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah yaitu :
1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah
2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan
3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat
4. Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara
5. Ncuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur.
Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu yang menyangkut Profil Kabupaten Bima tahun 2008 2 kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut, yang bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara. Pada masa-masa berikutnya, para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa. Menurut legenda yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima. Cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra yaitu :
1. Darmawangsa
2. Sang Bima
3. Sang Arjuna
4. Sang Kula
5. Sang Dewa.
Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima berlayar ke arah timur dan mendarat disebuah pulau kecil disebelah utara Kecamatan Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yang mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan yakni Kerajaan Bima, dan Sang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bima menjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat, dan saat itu pulalah Hadat Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan sendi-sendi dasar pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali ke Bima pada abad XIV/ XV.
Beberapa perubahan Pemerintahan yang semula berdasarkan Hadat ketika pemerintahan Raja Ma Wa’a Bilmana adalah :
- Istilah Tureli Nggampo diganti dengan istilah Raja Bicara.
- Tahta Kerajaan yang seharusnya diduduki oleh garis lurus keturunan raja sempat diduduki oleh yang bukan garis lurus keturunan raja.
Perubahan yang melanggar Hadat ini terjadi dengan diangkatnya adik kandung Raja Ma Wa’a Bilmana yaitu Manggampo Donggo yang menjabat Raja Bicara untuk menduduki tahta kerajaan. Pada saat pengukuhan Manggampo Donggo sebagai raja dilakukan dengan sumpah bahwa keturunannya tetap sebagai Raja sementara keturunan Raja Ma Wa’a Bilmana sebagai Raja Bicara. Kebijaksanaan ini dilakukan Raja Ma Wa’a Bilmana karena keadaan rakyat pada saat itu sangat memprihatinkan, kemiskinan merajalela, perampokan dimana-mana sehingga rakyat sangat menderita. Keadaan yang memprihatinkan ini hanya bisa di atasi oleh Raja Bicara. Akan tetapi karena berbagai kekacauan tersebut tidak mampu juga diatasi oleh Manggampo Donggo akhirnya tahta kerajaan kembali di ambil alih oleh Raja Ma Wa’a Bilmana. Kira-kira pada awal abad ke XVI Kerajaan Bima mendapat pengaruh Islam dengan raja pertamanya Sultan Abdul Kahir yang penobatannya tanggal 5 Juli tahun 1640 M. Pada masa ini susunan dan penyelenggaraan pemerintahan disesuaikan dengan tata pemerintahan Kerajaan Goa yang memberi pengaruh besar terhadap masuknya Agama Islam di Bima. Gelar Ncuhi diganti menjadi Galarang (Kepala Desa). Struktur Pemerintahan diganti berdasarkan Majelis Hadat yang terdiri atas unsur Hadat, unsur Sara dan Majelis Hukum yang mengemban tugas pelaksanaan hukum Islam. Dalam penyelenggaraan pemerintahan ini Sultan dibantu Oleh : 1. Majelis Tureli ( Dewan Menteri ) yang terdiri dari Tureli Bolo, Woha, Belo, Sakuru, Parado dan Tureli Donggo yang dipimpin oleh Tureli Nggampo/ Raja Bicara. 2. Majelis Hadat yang dikepalai oleh Kepala Hadat yang bergelar Bumi Lumah Rasa NaE dibantu oleh Bumi Lumah Bolo. Majelis Hadat ini beranggotakan 12 orang dan merupakan wakil rakyat yang menggantikan hak Ncuhi untuk mengangkat/ melantik atau memberhentikan Sultan. 3. Majelis Agama dikepalai oleh seorang Qadhi ( Imam Kerajaan ) yang beranggotakan 4 orang Khotib Pusat yang dibantu oleh 17 orang Lebe Na’E.
Seiring dengan perjalanan waktu, Kabupaten Bima juga mengalami perkembangan kearah yang lebih maju. Dengan adanya kewenangan otonomi yang luas dan bertanggungjawab yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam bingkai otonomi daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang (UU) No. 22 tahun 1999 dan direvisi menjadi UU No. 33 tahun 2004, Kabuapten Bima telah memanfaatakan kewenangan itu dengan Profil Kabupaten Bima tahun 2008 3 terus menggali potensi-potensi daerah baik potensi sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mempercepat pertumbuhan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk memenuhi tuntutan dan meningkatkan pelayanan pada masyarakat, Kabupaten Bima telah mengalami beberapa kali pemekaran wilayah mulai tingkat dusun, desa, kecamatan, dan bahkan dimekarkan menjadi Kota Bima pada tahun 2001. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk memenuhi semakin meningkatkan tuntutan untuk mendekatkan pelayanan pada masyarakat yang terus berkembang dari tahun ke tahun tetapi juga karena adanya daya dukung wilayah. Sejarah telah mencatat bahwa Kabuapten Bima sebelum otonomi daerah hanya terdiri dari 10 kecamatan, kemudian setelah otonomi daerah kecamatan sebagai pusat ibukota Kabupaten Bima dimekarkan menjadi Kota Bima, dan Kabupaten Bima memekarkan beberapa wilayah kecamatannya menjadi 14 kecamatan dan pada tahun 2006 dimekarkan lagi menjadi 18 kecamatan dengan pusat ibukota kabupaten Bima yang baru dipusatkan di Kecamatan Woha. (Bappeda Kab. Bima)
Hubungan Darah Bima-Bugis-Makassar
Arus modernisasi dan demokratisasi disegala bidang kehidupan telah mempengaruhi cara pandang dan cara berpikir seluruh element masyarakat. Hubungan keakrabatan antar etnis dan bahkan hubungan darah sekalipun terpisahkan oleh tembok modernisasi dan demokrasi hari ini. Hubungan keakrabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kurun waktu 1625 – 1819 (194 tahun) pun terputus hingga hari ini. Hubungan kekeluargaan antara dua kesultanan besar dikawasan Timur Indonesia yaitu Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bima terjalin sampai pada turunan yang ke- VII. Hubungan ini merupakan perkawinan silang antara Putra Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin sampai turunan ke- VI. Sedangkan yang ke- VII adalah pernikahan Putri Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa. Berikut urutan pernikahan dari silsilah kedua kerajaan ini :
1. Sultan Abdul Kahir (Sultan Bima I) menikah dengan Daeng Sikontu, Putri Karaeng Kasuarang, yang merupakan adik iparnya Sultan Alauddin pada tahun 1625. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke-II)
2. Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke- II) menikah dengan Karaeng Bonto Je'ne. Adalah adik kandung Sultan Hasanuddin, Gowa pada tanggal 13 April 1646. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) pada tahun 1651.
3. Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) menikah dengan Daeng Ta Memang anaknya Raja Tallo pada tanggal 7 mei 1684. dari pernikahan tersebut melahirkan Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke-IV)
4. Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke IV) menikah dengan Fatimah Karaeng Tanatana yang merupakan putri Karaeng Bessei pada tanggal 8 Agustus 1693. dari pernikan tersebut melahirkan Sultan Hasanuddin (sultan Bima ke- V).
5. Sultan Hasanuddin (Sultan Bima ke- V) menikah dengan Karaeng Bissa Mpole anaknya Karaeng Parang Bone dengan Karaeng Bonto Mate'ne, pada tanggal 12 september 1704. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Alaudin Muhammad Syah pada tahun 1707 (Sultan Bima ke- VI)
6. Sultan Alaudin Muhammad Syah (Sultan Bima ke- VI) menikah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji putrinya sultan Gowa yaitu Sultan Sirajuddin pada tahun 1727. pernikahan ini melahirkan Kumala Bumi Pertiga dan Abdul Kadim yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- VII pada tahun 1747. ketika itu beliau baru berumur 13 tahun. Kumala Bumi Pertiga putrinya Sultan Alauddin Muhammad Syah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji ini kemudian menikah dengan Abdul Kudus Putra Sultan Gowa pada tahun 1747. dan dari pernikahan ini melahirkan Amas Madina Batara Gowa ke-II. Sementara Sultan Abdul Kadim yang lahir pada tahun 1729 dari pernikahan dari pernikahannya melahirkan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Sultan Abdul Hamid (La Hami) dilahirkan pada tahun 1762 kemudian diangkat menjadi sultan Bima tahun 1773.
7. Sultan Abdul Kadim (Sultan Bima ke- VII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- mohon Maaf) melahirkan Sultan Abdul Hamid pada tahun 1762 dan Sultan Abdul Hamid diangkat menjadi Sultan Bima ke- VIII pada tahun 1773.
8. Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan Sultan Ismail pada tahun 1795. ketika sultan Abdul Hamid meninggal dunia pada tahun 1819, pada tahun ini juga Sultan Ismail diangkat menjadi Sultan Bima ke- IX
9. Sultan Ismail (Sultan Bima ke- IX) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan sultan Abdullah pada tahun 1827
10. Sultan Abdullah (Sultan Bima ke- X) menikah dengan Sitti Saleha Bumi Pertiga, putrinya Tureli Belo. Dari pernikahan ini abdul Aziz dan Sultan Ibrahim.
11. Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) dari pernikahannya melahirkan Sultan Salahuddin yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- XII pada tahun 1888 dan memimpin kesultanan hingga tahun 1917.
12. Sultan Salahuddin (Sultan Bima ke- XII) sebagai Sultan Bima terakhir dari pernikahannya melahirkan Abdul Kahir II (Ama Ka'u Kahi) yang biasa dipanggil dengan Putra Kahi dan St Maryam Rahman (Ina Ka'u Mari). Putra Kahir ini kemudian Menikah dengan Putri dari Keturunan Raja Banten (Saudari Kandung Bapak Ekky Syachruddin) dan dari pernikahannya melahirkan Bapak Fery Zulkarnaen
Adalah sangat Ironi memang jika pada hari ini generasi baru dari kedua Kesultanan Besar ini kemudian tidak saling kenal satu sama lain. Bahkan pada zaman kerajaan, pertumbuhan dan perkembangan penduduk Gowa dan Bima merupakan Etnis yang tidak bisa dipisahkan dan bahkan masyarakat Gowa pada umumnya tidak bisa dipisahkan dengan Etnis Bima (Mbojo) sebagai salah satu Etnis terpenting dalam perkembangan kekuatan kerajaan Gowa. Dari catatan sejarah yang dapat dikumpulkan dan dianalisa, hubungan kekeluargaan antara kedua kesultanan tersebut berjalan sampai pada keturunan ke- IX dari masing-masing kesultanan, dan jika dihitung hal ini berjalan selama 194 tahun. Dari data yang berhasil dikumpulkan, dapat disimpulkan bahwa hubungan kesultanan Bima dan Gowa dengan pendekatan kekeluargaan (Darah) terjalin sampai pada tahun 1819. Analisa ini berawal dari pemikiran bahwa ada hubungan darah yang masih dekat antara Amas Madina Batara Gowa Ke- II anaknya Kumala Bumi Pertiga dengan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Karena keduanya masih merupakan saudara sepupu satu kali. Bahkan ada kemungkinan yang lebih lama lagi hubungan ini terjalin. Yaitu ketika Sultan Abdul Hamid meninggal pada tahun 1819 dan pada tahun itu juga langsung digantikan oleh putra mahkotanya yaitu Sultan Ismail sebagai sultan Bima ke- IX. Karena Sultan Ismail ini kalau dilihat keturunannya masih merupakan kemenakan langsungnya Amas Madina Batara Gowa Ke- II, jadi hubungan ini ternyata berjalan kurang lebih 194 tahun.
Pada beberapa catatan yang kami temukan, bahwa pernikahan Salah satu Keturunan Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) masih terjadi dengan keturunan Sultan Gowa. Sebab pada tahun 1900 (pada kepemimpinan Sultan Ibrahim), terjadi acara melamar oleh Kesultanan Bima ke Kesultanan Gowa. Mahar pada lamaran tersebut adalah Tanah Manggarai. Sebab Manggarai dikuasai oleh kesultanan Bima sejak abad 17. Namun, pada catatan sejarah tersebut tidak tercatat secara jelas.(dari berbagai sumber).
Sumber :
http://www.bimakab.go.id/index.php?pilih=hal&id=6
Membaca Sejarah Kelam Bima (Resensi)
NTAIPU NAHU SURAMPA DOU MA LABO DANA” adalah falsafah yang menjadi pijakan kepemimpinan Bima. Falsafah itu coba diusung oleh masyarakat Bima dalam menyongsong kepemimpinan arif profesional yang memihak pada kepentingan umum. Muasal falsafah tersebut diintrodusir sejak zaman kesultanan Bima. Makna falsafah di atas sangatlah mendalam. Mengandung pesan bahwa seorang pemimpin agar sadar akan kapasitasnya sebagai pemimpin. Pemimpin Bima dituntut menguasai geografi Bima dan karakter masyarakat yang dipimpinnya. Hakikatnya, falsafah tersebut sebagai pengikat amal tanggung jawab dalam mengayomi penduduk Bima.
Beragam sejarah tentang Bima yang menarik dipelajari. Misalkan, Bima dilihat dari aras politik, strategi birokrasi pemerintahan, ekonomi maupun sosial budayanya. Dalam konstelasi komunitas budaya Indonesia sebelum imperium Majapahit, Bima tempo dulu dideklarasikan oleh Raden Wijaya Baru pada tahun 1293 Masehi dari tumapel (Malang).
Ditemukan dokumen sejarah Kota Bima lama (Kitab BO) mengalami redusir hebat oleh aparat kesultanan dengan alasan kitab itu tidak islami. Kitab tersebut memberitakan betapa maju dan jayanya Bima tempo dulu. Tentu, masa kegemilangan Bima kala dulu kontras dengan kondisi Bima saat ini. Bima kini bertanahkan gersang, penuh polusi dan kedaulatan ratusan ribu rakyatnya digenggaman kekuasan elit yang tak bertanggung jawab.
Ditilik dari arsip sejarah perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan Belanda, Bima dinafikan dari catatan salah satu daerah yang bersemangat gigih mengusir kolonial Belanda. Bima pada tahun 1964 dipimpin sultan Khair Sirajuddin. Dia adalah raja yang mengukuhkan Islam sebagai payung hukum dengan harapan Bima berada pada kondisi yang aman dan sejahtera. Sultan Khair menikah dengan adik perempuan Raja Goa, yang sebelumnya sudah berkoalisi melawan penjajah. Sebab terlibat persaingan dagang yang kurang sehat antara VOC --yang merupakan serikat dagang Belanda-- dengan Goa mengakibatkan perang yang tak terelak antara keduanya. Dalam permusuhannya dengan Goa, VOC didukung oleh kekuasaan anti Goa yang dipelopori Agung Palapa.
Bima sebagai sahabat setia Goa, ikut mengambil bagian dari peperangan sengit tersebut. Sultan Khair Sirajuddin sebagai panglima perang bersama panglima perang Goa, Karaeng Bonto, mengikutsertakan ribuan pasukannya. Akhirnya, kemenangan pun tak tertampik berada ditangan VOC, dan sultan Bima menjadi buronan VOC. Kekalahan perang itu membawa petaka bagi Bima. Hingga kini yang dicatat sebagai pahlawan nasional adalah Sultan Hasanuddin dari kesultanan Goa. Sementara Sultan Bima hanya dikenang sebagai buronan tentara VOC. Ironi sekali, Goa yang sebelumnya menjadi patner Bima, telah ikut menyetujui penengkapan Sultan Khair melalui Perjanjian Bongaya yang terbit pada tanggal 18 Desember 1667. Perjanjian tersebut di tandatangani sendiri oleh sultan Hasanudin yang mana pada pasal 15 menyatakan Goa harus menyerahkan sultan Bima dalam kedaan hidup atau mati dalam jangka 10 hari. Bima telah kehilangan pahlawan nasional yang semestinya tercatat dalam rentetan sejarah melawan penjajah. Sangat disayangkan, masyarakat Bima malah hampa greget mengusung hal itu dan tidak melacak sejarah pahlawan Bima.
Tentang silang sengkarut dan perdebatan akut pahlawan Bima masa lampau, buku ini memaparkan bahan dasar bagi masyarakat Bima dalam membangun kembali perjuangan Bima. Buku inipun mengulas kondisi Bima yang kini kian terpuruk diamuk dinamika globalisasi. Misalnya, di daerah Bima ada sebuah tanaman unik yang disebut Garoso Mbolo, yang bisa dijadikan minuman, namun tanaman itu tidak diolah secara maksimal, sehingga tanaman tersebut hanya menjadi tanaman liar.
Buku ini hadir berkat ikhtiar gigih aliansi Kerukunan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Bima Malang (KKPMB Malang) yang peduli akan nasib masa depan daerahnya. Hal baik seperti ini wajib ditiru oleh organisasi daerah lainnya guna memberi sumbangsih pembangunan daerahnya masing-masing.
Kendati pun, buku ini penting dijadikan bahan referensi, khususnya bagi masyarakat Bima, lebih-lebih bagi para pejabat-pejabat daerah Bima, yang disebut dalam buku ini kurang berperan dalam membangun daerah Bima. Buku ini tidak melulu fokus membahas kondisi Bima secara khusus, namun juga mengeksplorasi peran dialektika Bima dalam pembangunan Indonesia.
Judul Buku :
Bima Dalam Menyongsong Dinakmika Global (Kumpulan Tulisan dalam Merajut Masa Depan Bima)
Penulis:
Muhammad Fauzi Ahmad dkk
Kata Pengantar Prof. H. Umar Nimran, MA., Ph.D
Penerbit Kerukunan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Bima Malang
Cetakan I, 2008 Tebal xvi + 238 hlm
Peresensi Masruroh Kholik*
*Masruroh Khalik, Peneliti Organisasi Daerah (ORDA) di Malang.
Sumber :
http://www.bimakab.go.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=623
Beragam sejarah tentang Bima yang menarik dipelajari. Misalkan, Bima dilihat dari aras politik, strategi birokrasi pemerintahan, ekonomi maupun sosial budayanya. Dalam konstelasi komunitas budaya Indonesia sebelum imperium Majapahit, Bima tempo dulu dideklarasikan oleh Raden Wijaya Baru pada tahun 1293 Masehi dari tumapel (Malang).
Ditemukan dokumen sejarah Kota Bima lama (Kitab BO) mengalami redusir hebat oleh aparat kesultanan dengan alasan kitab itu tidak islami. Kitab tersebut memberitakan betapa maju dan jayanya Bima tempo dulu. Tentu, masa kegemilangan Bima kala dulu kontras dengan kondisi Bima saat ini. Bima kini bertanahkan gersang, penuh polusi dan kedaulatan ratusan ribu rakyatnya digenggaman kekuasan elit yang tak bertanggung jawab.
Ditilik dari arsip sejarah perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan Belanda, Bima dinafikan dari catatan salah satu daerah yang bersemangat gigih mengusir kolonial Belanda. Bima pada tahun 1964 dipimpin sultan Khair Sirajuddin. Dia adalah raja yang mengukuhkan Islam sebagai payung hukum dengan harapan Bima berada pada kondisi yang aman dan sejahtera. Sultan Khair menikah dengan adik perempuan Raja Goa, yang sebelumnya sudah berkoalisi melawan penjajah. Sebab terlibat persaingan dagang yang kurang sehat antara VOC --yang merupakan serikat dagang Belanda-- dengan Goa mengakibatkan perang yang tak terelak antara keduanya. Dalam permusuhannya dengan Goa, VOC didukung oleh kekuasaan anti Goa yang dipelopori Agung Palapa.
Bima sebagai sahabat setia Goa, ikut mengambil bagian dari peperangan sengit tersebut. Sultan Khair Sirajuddin sebagai panglima perang bersama panglima perang Goa, Karaeng Bonto, mengikutsertakan ribuan pasukannya. Akhirnya, kemenangan pun tak tertampik berada ditangan VOC, dan sultan Bima menjadi buronan VOC. Kekalahan perang itu membawa petaka bagi Bima. Hingga kini yang dicatat sebagai pahlawan nasional adalah Sultan Hasanuddin dari kesultanan Goa. Sementara Sultan Bima hanya dikenang sebagai buronan tentara VOC. Ironi sekali, Goa yang sebelumnya menjadi patner Bima, telah ikut menyetujui penengkapan Sultan Khair melalui Perjanjian Bongaya yang terbit pada tanggal 18 Desember 1667. Perjanjian tersebut di tandatangani sendiri oleh sultan Hasanudin yang mana pada pasal 15 menyatakan Goa harus menyerahkan sultan Bima dalam kedaan hidup atau mati dalam jangka 10 hari. Bima telah kehilangan pahlawan nasional yang semestinya tercatat dalam rentetan sejarah melawan penjajah. Sangat disayangkan, masyarakat Bima malah hampa greget mengusung hal itu dan tidak melacak sejarah pahlawan Bima.
Tentang silang sengkarut dan perdebatan akut pahlawan Bima masa lampau, buku ini memaparkan bahan dasar bagi masyarakat Bima dalam membangun kembali perjuangan Bima. Buku inipun mengulas kondisi Bima yang kini kian terpuruk diamuk dinamika globalisasi. Misalnya, di daerah Bima ada sebuah tanaman unik yang disebut Garoso Mbolo, yang bisa dijadikan minuman, namun tanaman itu tidak diolah secara maksimal, sehingga tanaman tersebut hanya menjadi tanaman liar.
Buku ini hadir berkat ikhtiar gigih aliansi Kerukunan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Bima Malang (KKPMB Malang) yang peduli akan nasib masa depan daerahnya. Hal baik seperti ini wajib ditiru oleh organisasi daerah lainnya guna memberi sumbangsih pembangunan daerahnya masing-masing.
Kendati pun, buku ini penting dijadikan bahan referensi, khususnya bagi masyarakat Bima, lebih-lebih bagi para pejabat-pejabat daerah Bima, yang disebut dalam buku ini kurang berperan dalam membangun daerah Bima. Buku ini tidak melulu fokus membahas kondisi Bima secara khusus, namun juga mengeksplorasi peran dialektika Bima dalam pembangunan Indonesia.
Judul Buku :
Bima Dalam Menyongsong Dinakmika Global (Kumpulan Tulisan dalam Merajut Masa Depan Bima)
Penulis:
Muhammad Fauzi Ahmad dkk
Kata Pengantar Prof. H. Umar Nimran, MA., Ph.D
Penerbit Kerukunan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Bima Malang
Cetakan I, 2008 Tebal xvi + 238 hlm
Peresensi Masruroh Kholik*
*Masruroh Khalik, Peneliti Organisasi Daerah (ORDA) di Malang.
Sumber :
http://www.bimakab.go.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=623
Langganan:
Postingan (Atom)